Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyah (PPUI) Khilafatul Muslimin Bekasi memiliki model pendidikan sendiri. Begitu pula dengan pondok pesantren Khilafatul Muslimin di daerah lain.
Masa pendidikan mereka terbilang singkat, tidak seperti sekolah pada umumnya. Model yang berbeda itu membuat santri lulusan pesantren ini hanya bisa melanjutkan pendidikan di pesantren sejenis.
Untuk tingkat sederajat SD diberi nama Unit Khalifah Usman Bin Affan dengan durasi pendidikan selama tiga tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu ada unit Khalifah Umar Bin Khathab atau sederajat SMP dengan durasi pendidikan selama dua tahun. Unit Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq sederajat SMA dengan durasi pendidikan selama dua tahun.
Terakhir adalah Al-Jaamia'ah Khalifah Ali Bin Abi Thalib sederajat Perguruan Tinggi dengan durasi pendidikan selama di tahun.
Tidak banyak mata pelajaran umum yang diajarkan di pondok pesantren Khilafatul Muslimin. Setidaknya hanya Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Matematika atau ilmu hisab.
Djhonny mengatakan mata pelajaran umum yang diberikan hanya itu karena pihaknya fokus kepada ilmu Tahfidz Al-Quran, bukan pendidikan umum.Dengan begitu, kata dia, pihaknya juga tak mengajarkan mata pelajaran Pancasila.
"Kita memang di sini cenderung ke tahfidz. Kita fokus keagamaan, kita bukan pendidikan umum, sehingga kita memang tidak mempelajari makna Pancasila," katanya.
![]() |
Selama ini lembaga tersebut menggratiskan biaya pendidikan kepada santrinya. Operasional pesantren bergantung pada donatur maupun infak.
Guru yang mengajar di sana kebanyakan lulusan pondok pesantren tersebut, termasuk Aziz. Usai lulus dari kampus di cabang Nusa Tenggara Barat, Aziz sempat pulang kampung ke Purwakarta, kemudian mantap mengajar di Bekasi.
"Tujuan saya jadi guru, saya ingin amalkan ilmu yang sudah saya pelajari selama saya mondok," ucap pria 21 tahun ini.
Djhonny menyatakan pihaknya akan tetap berusaha mempertahankan pesantren tersebut. Ia mengatakan model pendidikan akan diganti dan perizinan akan diurus.
Dengan model pendidikan yang dirancang sendiri selama ini, ponpes tersebut tidak terdaftar di Kemendikbud atau Kemenag. Oleh karena itu, ia mengatakan ponpes itu akan diubah jadi pesantren tradisional yang fokus pada Tahfidz.
"Kita kan rekrut orang tidak mampu dan gratis, kalau kita benturkan dengan pemerintah kan akan jadi masalah, tapi dengan pondok pesantren tradisional atau namanya rumah tahfidz, yang sekarang didukung oleh Kemenag, kita buat seperti itu saja, anak-anak tetap bisa sekolah," kata dia.
Ia menyebut, keputusan mengganti model pendidikan itu bukan hanya untuk Ponpes di Bekasi, namun untuk Ponpes lainnya yang terafiliasi dengan Khilafatul Muslimin.
"Skala nasional. Kita akan coba buat pondok pesantren tradisional dan kita buka cabang sebagaimana di media ada 30 unit di Indonesia, ini akan jadi cabang Tahfidz Al-Quran," ucapnya.
![]() |
Sebelumnya, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama Waryono menyatakan pesantren milik kelompok Khilafatul Muslimintidak terdaftar di Kementerian Agama.
"Pesantren Khilafatul Muslimin tidak terdaftar di Kemenag dan tidak memiliki Nomor Statistik Pesantren atau Lembaga Keagamaan Islam," kata Waryonomelalui keterangannya, dikutip Rabu (15/6).
Dia memastikan sampai saat ini tidak ada pengajuan izin operasional untuk pesantren tersebut, baik di tingkat Kemenag Kabupaten/Kota hingga pusat.
Ia menjelaskan pesantren yang terdaftar di Kemenag telah melewati serangkaian verifikasi yang ketat. Mulai dari Kemenag Kab/Kota, Kanwil Provinsi hingga Pusat. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Agama No 30 tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren.
"Pesantren juga harus memenuhi Arkanul Ma'had dan Ruuhul Ma'had sebagaimana diatur dalam PMA 30 tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren," ucap dia.
Karena tidak terdaftar, Waryono menilai penyebutan Khilafatul Muslimin dengan istilah pesantren menjadi tidak tepat.
"Kalau pun Khilafatul Muslimin menyebut dirinya sebagai "pesantren", maka itu hanya berlaku bagi internal warga Ormas Khilafatul Muslimin saja," ucap dia.
Saat ini, Polda Metro Jaya sedang mendalami dugaan pelanggaran UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan UU Pesantren yang dilakukan oleh ormas Khilafatul Muslimin.
Polisi mencatat sedikitnya ada 25 pondok pesantren di berbagai wilayah Indonesia yang terafiliasi Khilafatul Muslimin.
"Kami temukan delik baru, perbuatan melawan hukum yang baru yaitu terkait UU Sistem Pendidikan Nasional di mana kegiatan mereka langgar UU Sisdiknas dan UU Pesantren," kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi dalam konferensi pers, Kamis (16/6).
(yoa/pmg)