Khilafatul Muslimin di Tengah Gaduh 'Hantu' Khilafah
Puluhan bocah usia 6-12 tahun hilir mudik di pelataran bangunan dua lantai, Pekayon, Bekasi, pada Kamis (16/6). Plang bertuliskan "Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyah (PPUI) Khilafatul Muslimin" tergeletak. Spanduk berisi informasi pondok juga dicopot.
Tak ada lagi penanda yang menunjukkan bangunan itu sebagai pondok pesantren. Gedung itu tampak kehilangan identitasnya.
Aziz kecewa menatap kenyataan di depan mata. Sebagai guru di pondok pesantren itu, dia hanya mengalah pada situasi saat ini.
"Mau bagaimana lagi, anak-anak ini dipulangkan karena takut psikologi-nya terganggu," kata Aziz saat ditemui CNNIndonesia.com di lokasi.
Sejak Kamis itu hingga waktu yang belum ditentukan, aktivitas mengajar tahfidz atau menghafalkan Al-Qur'an yang hampir setiap hari dilakukan di ponpes itu terpaksa dihentikan. Para santri dipulangkan.
Keputusan ini tak lepas dari penangkapan Abdul Qadir Hasan Baraja di Lampung pada 7 Juni 2022. Dia adalah pucuk pimpinan Khilafatul Muslimin, yang juga menjabat penasihat di pesantren itu. Baraja dijerat polisi dengan pasal berlapis, buntut kegiatan konvoi syiar Khilafah di Jawa.
Dia dijerat atas pelanggaran pasal 59 ayat 4 juncto Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas, serta Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Polisi menyebut kelompok Khilafatul Muslimin melakukan kejahatan melawan negara, lantaran berusaha menggantikan Pancasila dengan khilafah.
Usai penangkapan itu, polisi juga memburu pemimpin Khilafatul Muslimin di beberapa daerah. Pondok Pesantren Khilafatul Muslmin di Bekasi pun kena imbasnya.
Misteri Spanduk Penolakan
Spanduk penolakan kegiatan Khilafatul Muslimin dipasang di sekitar pondok pesantren yang berada di Pekayon, Bekasi. Sedikitnya terdapat dua spanduk di tempat berbeda.
Kedua spanduk itu sama-sama bertuliskan: Kami warga Pekayon Jaya Kota Bekasi dan sekitarnya menolak keras kegiatan Khilafatul Muslimin yang bertentangan dengan azas Negara Republik Indonesia dan Ideologi Pancasila. Di bagian bawah spanduk tercantum tulisan "NKRI Harga Mati" dan "Pancasila Ideologiku".
Tidak diketahui siapa pihak yang memasang spanduk itu. Ketua RT 08 RW 03 Pekayon Jaya, Bekasi Selatan, Mardzuki mengaku tidak tahu siapa pihak yang memasang spanduk tersebut.
"Kalau masalah spanduk, pribadi saya juga enggak tahu ya," kata Mardzuki.
Dia mengatakan selama ini aktivitas di pondok pesantren itu tidak pernah meresahkan warga.
Warga lainnya juga bersaksi bahwa aktivitas di pesantren tersebut tak pernah mengganggu lingkungan setempat. Bahkan, menurut warga, selama ini guru-guru di ponpes tersebut juga berbaur dengan masyarakat.
Pengurus Khilafatul Muslimin Bekasi Raya, Djhonny Pahamsah alias Abu Salma menduga spanduk tersebut dipasang oleh orang yang bukan warga sekitar.
"Ini sepertinya ada orang-orang dari luar yang sengaja memasang spanduk," katanya.
Buntut pemasangan spanduk itu, pihak Kecamatan Bekasi Selatan berkirim surat ke pengurus pesantren. Mereka diminta datang ke Kantor Kecamatan untuk menjelaskan aktivitas yang dilakukan selama ini.
Pertemuan berlangsung pada Kamis (16/6) pagi. Sejumlah pihak terkait mengikuti pertemuan yang berlangsung lebih dari dua jam.
Camat Bekasi Selatan, Karya Sukmajaya mengatakan kegiatan di pesantren itu tidak memiliki izin.
"Sejauh ini kegiatan mereka dari data Kementerian tidak resmi, perizinan tidak ada. Setelah dicek Kemenag tidak ada," kata Karya.
Ia menjelaskan, dalam pertemuan itu pihaknya meminta simbol-simbol negara dipasang di lokasi pesantren. Selain itu, sejumlah plang terkait Khilafatul Muslimin diminta dicopot.
Usai pertemuan, pengurus pesantren langsung menurunkan plang, mencopot stiker dan sejumlah spanduk. Beberapa aparat juga mendatangi pesantren yang berada di tengah permukiman warga.
Bendera Merah Putih pun dipasang di bagian depan kantor pesantren.
Djhonny menjelaskan, awalnya rapat di kecamatan hanya menanyakan soal spanduk penolakan. Rapat juga menggali soal legalitas pesantren tersebut.
Namun hasil rapat memutuskan agar aktivitas pesantren dihentikan. Dengan mempertimbangkan psikologis para santri, pihak pesantren akhirnya memutuskan untuk memulangkan mereka.
"Sebenarnya dari Pak Camat tidak disuruh pulang (santri) karena mengingat biaya, tetapi atas dasar inisiatif ponpes supaya lebih kondusif diarahkan untuk pulang dan ini mungkin yang terdekat, yang jauh butuh biaya," kata Djhonny.
Lebih dari 200 santri belajar di tempat itu. Mereka berasal dari berbagai daerah. Terjauh dari Batam, Kepulauan Riau dan Kalimantan Selatan.
Djhonny meyakini tidak ada aturan yang dilanggar lembaganya soal pemasangan plang bertuliskan Khilafatul Muslimin. Namun, pihaknya memilih mengalah agar tidak ada kegaduhan lebih lanjut.
"Ya, mencabut plang ini karena kita mencintai negara, supaya tidak ada kegaduhan atas dasar masukan, walaupun secara keputusan undang-undang, tidak ada yang dilanggar, atas dasar musyawarah bersama, kita ikutin," kata dia.
Seiring pencabutan segala hal yang berbauKhilafatul Muslimin, ia juga tidak mempersoalkan permintaan pemasangan simbol negara di pesantren itu.
Djhonny beralasan selama ini pihaknya tidak memasang simbol negara karena ingin merekrut orang-orang yang anti-Pancasila agar masuk ke kelompok Khilafatul Muslimin.
"Supaya mereka mudah diajak, dan supaya kita bisa memberi pemahaman kepada mereka, tidak ada radikalisme," katanya.
Djhonny kerap menegaskan bahwa kelompoknya tak bermaksud menggantikan ideologi Pancasila dengan khilafah. Dia menyatakan khilafah yang diusungnya bukanlah ideologi, tapi sebuah ajaran Islam.
"Sepertinya pemerintah khawatir ingin direbut dengan khilafah ini, padahal secara bukti belum bisa ditemukan kalau khilafah ini mau merongrong negara, merebut negara. Saya rasa tidak ada bukti sedikit pun," ujarnya.
Jamaluddin, Staf Daulah Jawa Bidang Umum Khilafatul Muslimin, juga menyampaikan sikap bahwa kelompoknya tidak menentang Pancasila dan NKRI. Pernyataan sikap itu disampaikan bersama-sama dengan para santri di salah satu pondok pesantren di Purwakarta, Selasa (14/6).
"Kami warga Khilafatul Muslimin tidak anti-Pancasila, tidak anti-NKRI, tidak anti-kebinekaan, Khilafatul Muslimin bukan musuh Pancasila dan tidak akan memusuhi Pancasila," kata Jamaluddin berdasarkan rekaman video yang diterima CNNIndonesia.com.
"Musuh Pancasila adalah komunisme, marxisme, leninisme, kapitalisme, liberalisme, oligarki, dan koruptor," sambungnya.