Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan mengabulkan sebagian uji materi masa jabatan hakim konstitusi pada UU Nomor 7/2020. Putusan itu menyatakan Pasal 87 huruf a UU 7/2020 tentang MK bertentangan dengan UUD 1945.
"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian amar putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang diikuti via saluran Youtube MK, Senin (20/6).
Implikasi putusan tersebut, maka Ketua MK Anwar Usman dan Wakil Ketua MK Aswanto harus berhenti dari jabatan kepemimpinan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangan mahkamah yang dibacakan hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, baik Anwar maupun Aswanto masih menjabat pimpinan MK hingga terpilih yang baru.
"Oleh karena itu, dalam waktu paling lama 9 bulan sejak putusan ini diucapkan harus dilakukan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi," ujar Enny Nurbaningsih.
Berdasarkan Pasal 24C ayat 4 UUD 1945, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
Enny menjelaskan alasan baik Anwar Usman maupun Aswanto tak langsung mundur saat putusan dibacakan.
"Agar tidak menimbulkan persoalan/dampak administratif atas putusan a quo maka Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi yang saat ini menjabat dinyatakan tetap sah sampai dengan dipilihnya Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana amanat Pasal 24C ayat 4 UUD 1945," tutur Enny.
Sebagai informasi, sebagai Ketua dan Wakil Ketua MK, Anwar Usman dan Aswanto, terpilih dalam mekanisme pemilihan di MK pada April 2018 silam. Kala itu Anwar dan Aswanto menjabat pimpinan MK untuk periode 2018-2020.
Berdasarkan UU MK, pimpinan lembaga itu dipilih dalam mekanisme antarhakim konstitusi untuk masa jabatan dua tahun enam bulan, dan dapat dipilih kembali untuk jabatan sama untuk satu kali.
Pasal 87 huruf a UU MK yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 berbunyi: Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini;
Selanjutnya dalam Pasal 87 huruf b dijelaskan: Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang-undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-undang ini dan mengakhiri tugasnya sampai usia 70 tahun selama masa keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 tahun.
Dalam putusan tersebut, dari sembilan hakim MK ada alasan berbeda (concuring opinion) dan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Dua hakim yang memiliki concuring opinion serta dissenting opinion sama adalah Arief Hidayat dan Manahan MP Sitompul. Hakim konstitusi Wahidudin Adams memiliki pendapat berbeda, dan hakim konstitusi Saldi Isra memiliki alasan berbeda.
Kemudian alasan dan pendapat berbeda disampaikan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Dan, ada alasan berbeda dari Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh.
Terakhir, Anwar Usman kemudian menyampaikan pendapat berbedanya dalam putusannya tersebut.
"Norma di dalam suatu pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu sistem yang saling melengkapi satu sama lain. Tidak boleh di dalam pembentukan sebuah undang-undang ada norma yang justru menegasikan norma lainnya. Jika hal tersebut terjadi,maka dapat disimpulkan bahwa penyusunan pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut keluar atau tidak sesuai dengan kaidah pembentukan perundang-undangan yang baik," tutur Anwar membacakan pendapatnya.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Priyanto, warga Muara Karang, Pluit yang teregister nomor 96/PUU-XVIII/2020. Menurut pemohon ketentuan pada Pasal 87 huruf a dan b UU 7/2020 itu bersimpangan atau tak selaras dengan pasal 4 ayat 3 UU 7/2020, dan bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon menilai pasal yang diujikan itu menimbulkan multitafsir, bahkan penyelundupan norma hukum secara samar dan terselubung.