Sekelompok dokter yang mengatasnamakan diri Forum Dokter Susah Praktik (FDSP) mengeluhkan kerumitan dalam mengurus izin praktik ke Komisi IX DPR RI.
Salah seorang perwakilan FDSP, Anthony, mengatakan bahwa aturan di Indonesia terlalu berbelit dan memakan biaya tinggi bagi seorang dokter untuk membuka praktik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia membeberkan, membuka praktik bagi seorang dokter membutuhkan uang sekitar Rp7,5 juta hingga Rp23 juta untuk membiayai sejumlah hal, mulai dari seminar kegawatdaruratan yang diwajibkan oleh kolegium spesialis kedokteran, keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mendapatkan surat rekomendasi, mendapatkan surat kompetensi, hingga koperasi.
Menurutnya, situasi seperti itu tidak terjadi di negara maju karena sudah diatur dalam kurikulum, dokter diwajibkan menangani kasus-kasus kegawatdaruratan yang berlaku saat bertugas.
Anthony juga mempersoalkan pembatasan waktu surat rekomendasi izin praktik dokter yang hanya berlaku selama lima tahun dan wajib diperpanjang.
"Di Eropa tidak ada seperti itu karena standar yang sudah lulus adalah standar yang berkompeten. Di Indonesia, organisasi profesi memiliki power untuk menerbitkan surat rekomendasi praktik, sementara di Eropa itu semua dipegang oleh lembaga negara yang mengaturnya sehingga tidak ada surat rekomendasi praktik," kata Anthony dalam rapat dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (20/6).
Ia melanjutkan, ada beberapa kasus dokter yang melanjutkan studi di luar negeri lupa hendak memperpanjang surat tanda registrasi (STR). Menurutnya, para dokter itu akhirnya dipersulit dan harus kembali melaksanakan ujian.
"Sepertinya polemik seperti ini tidak ada habisnya, akhirnya muncullah preman, calo, yang ingin mengurusi tetapi akhirnya tidak selesai juga," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Pengurus Pusat Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) James Allan Rarung meminta Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran direvisi agar tak secara spesifik hanya mencantumkan satu nama organisasi profesi dokter.
Menurutnya, Pasal 1 Angka 12 UU Praktik Kedokteran menuliskan organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Dia memandang, penyebutan nama organisasi profesi dalam sebuah UU merupakan sesuatu yang tidak lazim.
"Biasanya UU itu mengacu secara umum, tidak menyatakan bahwa organisasi profesi dokter itu apa, misalnya organisasi profesi dokter itu adalah perkumpulan para dokter yang telah diakui oleh negara dan organisasinya telah diakui oleh negara juga," katanya.
James melanjutkan, sebuah organisasi profesi harus diakui oleh pemerintah, baik nama organisasi maupun keanggotaannya, sehingga bisa saja terdapat lebih dari satu organisasi profesi untuk satu profesi tertentu.
"Tidak bisa lagi ada yang menyatakan bahwa hanya mereka sendiri satu-satunya, karena kalau pemerintah sudah mengakui lebih dari satu, kita harus patuh," katanya.
(mts/pmg)