Aliansi Nasional Beri Banyak Catatan soal RKUHP ke Wamenkumham

CNN Indonesia
Kamis, 23 Jun 2022 22:07 WIB
Ilustrasi aksi tolak RKUHP. (Foto: ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Aliansi Nasional Reformasi KUHP memberikan banyak catatan terhadap pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Catatan itu disampaikan langsung kepada Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau dan Tim Perumus RKUHP dalam agenda diskusi yang berlangsung di Jakarta, Kamis (23/6).

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan diskusi tersebut bukan bagian dari pembahasan RUU KUHP dengan partisipasi yang bermakna. Menurut dia, seharusnya diskusi dilakukan dalam masa sidang di DPR dan transparan dengan memublikasikan draf terbaru RKUHP.

"Namun, nyatanya tidak," kata Isnur.

Isnur mengatakan aliansi menolak simplifikasi masalah bahwa hanya terdapat 14 pasal krusial dalam RKUHP untuk dibahas lebih lanjut dengan DPR. Kata dia, masih banyak pasal-pasal bermasalah lain yang semestinya mendapat perhatian untuk dibahas.

"Terutama terkait kebebasan berekspresi dan berpendapat, yaitu penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240 RKUHP), penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 dan 354 RKUHP), serta penyelenggaraan unjuk rasa dan demonstrasi tanpa izin (Pasal 273 RKUHP)," tutur Isnur.

Dari tiga jenis penghinaan tersebut, Isnur berpendapat penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara menjadi perhatian bersama karena tidak diatur delik aduan melalui sarana teknologi informasi (Pasal 354 RKUHP).

"Hal lain seperti teknis penyesuaian dalam bentuk kodifikasi terhadap tindak pidana di luar KUHP juga belum secara komprehensif diatur, seperti harmonisasi dengan UU ITE, UU TPKS, dan lainnya," ucapnya.

Isnur meminta Tim Perumus RKUHP, pemerintah, dan DPR terlebih dahulu membuka luas pembahasan RKUHP dan tidak mengesahkan RKUHP tanpa ada partisipasi bermakna publik.

Dia menilai pemerintah tidak merespons terkait permintaan penghapusan pasal-pasal yang bertentangan dengan misi RKUHP untuk melakukan dekolonialisasi.

"Mengingat isu-isu krusial dalam RKUHP yang begitu banyak namun disimplifikasi pada 14 isu krusial versi pemerintah, serta ketidakjelasan durasi waktu dan target pembahasan RKUHP, Aliansi Nasional Reformasi KUHP menolak pengesahan RKUHP apabila tanpa pembahasan yang transparan dan ada partisipasi publik yang bermakna," kata dia.

Dalam kesempatan itu, Eddy menyatakan pemerintah tak mau RKUHP menjadi seperti Undang-undang Cipta Kerja yang mengandung banyak kecacatan. Atas dasar itu, pemerintah kini lebih jeli dalam merumuskan RKUHP sebelum dibawa ke DPR untuk dibahas dan disebarluaskan kepada publik.

"Bukannya kami tidak mau membuka draf tersebut kepada publik, tapi ini ada proses yang harus dihormati bersama," ujar Eddy.

"Sampai hari ini tim pemerintah masih membaca ulang, kita tidak mau apa yang pernah terjadi dalam UU Ciptaker terulang, malu ini ada puluhan guru besar hukum pidana kemudian tidak membaca teliti. Jadi, kita baca teliti betul, kita serahkan ke DPR, baru kita buka ke publik," sambungnya.

Ia menegaskan pemerintah tidak tuli dan buta dalam merumuskan RKUHP. Eddy mengatakan pemerintah mendengar masukan-masukan publik terkait pekerjaan tersebut.

Agenda diskusi ini dihadiri oleh pemerintah, Tim Perumus RKUHP, Aliansi Nasional Reformasi KUHP, dan sejumlah pimpinan redaksi media massa.

Sementara itu elemen mahasiswa menolak menghadiri undangan pemerintah terkait agenda diskusi tersebut. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan elemen mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP akan memberikan masukan setelah melihat draf terbaru dari pemerintah.

(ryn/tsa)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK