Dalam beberapa pekan terakhir, markas NasDem paling banyak disambangi parpol lain untuk silaturahmi politik jelang Pilpres 2024.
Sejumlah partai politik diketahui telah sibuk berseliweran saling bertandang guna menyongsong Pemilu 2024, bahkan di antaranya ada yang bersikap membentuk poros atau menolak berkoalisi.
Kunjungan pertama dilakukan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto pada 1 Juni lalu. Surya Paloh berbincang dengan Prabowo berbalut makan siang selama sekitar 4,5 jam di NasDem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Paloh mengatakan pertemuan tersebut banyak membicarakan kenangan masa lalu tentang persahabatan keduanya.
Selain Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat juga menyambangi NasDem. Pertemuan dilakukan beberapa waktu setelah NasDem mengumumkan tiga bakal calon presiden yang akan diusung: Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Jenderal Andika Perkasa.
"Memaku tembok dengan paku. Hati-hati paku berkarat. NasDem sahabat sejak masa lalu. Rekan koalisi di Pemilu 2024," kata Sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsyi di depan Surya Paloh usai pertemuan di NasDem Tower, Rabu (22/6).
Sehari kemudian, Kamis (23/6), Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku partainya makin dekat dan nyaman bersama Partai NasDem. Menurutnya, hal itu merupakan hasil komunikasi politik yang intens.
Pengamat politik Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Adi Prayitno menakar alasan NasDem seolah menjadi primadona parpol lain dalam sebulan terakhir.
Menurut Adi, dua parpol terakhir yang menyambangi NasDem memiliki kepentingan sama yakni melawan hegemoni partai pemerintah.
"Ada kecenderungan NasDem ini bikin satu poros koalisi politik yang sepertinya memang diniatkan untuk melawan hegemoni kekuatan politik kubu pemerintah," kata Adi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (23/6).
Adi mengatakan kedua partai itu ingin 2024 berganti rezim setelah dua periode pemerintahan dipegang PDIP. PDIP pun diketahui merupakan pemenang dalam dua pemilihan legislatif terakhir.
Menurut Adi, NasDem merupakan parpol dengan sumber daya modal dan kader yang sudah mapan. NasDem juga termasuk Parpol yang loyal kepada Jokowi.
Oleh karena itu, menurut pihaknya, PKS dan Demokrat melihat NasDem sebagai 'orang dalam' pemerintah, namun memiliki visi yang berbeda pada 2024.
"NasDem ini dinilai punya kemampuan melakukan penetrasi ke dalam, terutama untuk bagaimana memenangkan pertarungan secara politik," kata Adi.
"Orang dalam dan kebetulan sepertinya punya intensi beda jalan untuk 2024," tambahnya.
Lihat Juga : |
Selain itu, Adi melihat nama-nama rekomendasi capres yang muncul dalam Rakernas NasDem beberapa waktu lalu turut menarik simpati parpol lain untuk mengajak berkoalisi, termasuk dari kelompok oposisi pemerintahan saat ini.
Adi menyebut keputusan memilih nama Anies Baswedan sebagai salah satu bakal calon presiden juga menjadi alasan PKS dan Demokrat merapat ke NasDem.
Anies merupakan simbol non pemerintah yang berpotensi maju dalam arena Pilpres 2024. Ia juga sosok yang tidak diinginkan PDI Perjuangan.
"Ada kecenderungan PDIP kan tidak ingin Anies, itulah yang kemudian membuat kenapa PKS dan Demokrat ikut bergabung," tutur Adi.
Menurutnya, dari tiga nama yang bakal diusung NasDem, parpol lain melihat peluang paling besar jatuh kepada Anies.
Berbeda dengan Ganjar, Anies tidak terkait dengan partai lain. Sementara, Andika Perkasa saat ini berstatus jenderal aktif sehingga pengusungannya tersandung Undang-Undang Pemilu.
"Maka pilihan aman sebenarnya bagi NasDem adalah Anies," ujarnya.
Selain itu, kata Adi, jika NasDem mengusung Anies sebagai capres maka Demokrat akan mendorong ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai wakilnya.
Di lain pihakj, basis pemilih PKS merupakan pendukung Anies sehingga dinilainya bisa klop dengan NasDem. Apalagi, selama ini elite-elite PKS juga kerap memasang badan untuk menghadapi serangan politik kepada Gubernur DKI Jakarta itu.
"Selain misalnya ada keinginan 2024 itu ganti kekuatan politik, ganti rezim, Demokrat juga punya keinginan kalau Anies yang disorong oleh NasDem maka AHY Cawapres. Kan begitu titik temunya," jelas Adi.
Sementara itu, menurut Adi poros Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang diusung Partai Golkar, PAN dan PPP tidak menjadi pertimbangan dalam mengambil posisi berseberangan dengan PDIP.
Sebab, hingga saat ini poros tersebut belum memiliki satu nama yang dinilai memadai.
"Saat ini kan koalisi Airlangga kan enggak terlampau dihitung karena belum punya figur yang dinilai bisa kompatibel dengan mereka," tutur Adi.