Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) tak masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT).
Sehingga pemerintah dan aparat penegak hukum perlu melakukan serangkaian kajian dan pengumpulan bukti-bukti yang kuat untuk dapat memproses lembaga itu atas dugaan tindak pidana terorisme.
"Data yang disampaikan PPATK kepada BNPT dan Densus 88 tentang kasus ACT merupakan data intelijen terkait transaksi yang mencurigakan sehingga memerlukan kajian dan pendalaman lebih lanjut untuk memastikan keterkaitan dengan pendanaan terorisme," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid kepada wartawan, Selasa (5/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, BNPT dan Densus 88 Antiteror Polri bekerja dengan didasari pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme. Sehingga, kata dia, jika aktivitas keuangan yang terendus itu berkaitan langsung dengan terorisme maka aparat penegak hukum akan mengambil tindakan.
"Jika tidak, maka dikoordinasikan aparat penegak hukum terkait tindak pidana lainnya," jelasnya.
Oleh sebab itu, BNPT meminta agar masyarakat lebih berhati-hati ketika akan memberikan sumbangan kemanusiaan.
Ia menyarankan agar masyarakat memilih kanal-kanal resmi yang disediakan oleh pemerintah. Sehingga penyaluran bantuan dapat sesuai dengan apa yang ditujukan.
"Belajar dari kasus ACT ini, BNPT menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk untuk menyalurkan donasi, infaq dan sedekah kepada lembaga yang resmi dan kredibel yang telah direkomendasikan oleh pemerintah," ucap dia.
Sebagai informasi, ACT menjadi perbincangan usai dilaporkan dalam investigasi Majalah Tempo. sejumlah petinggi ACT diduga menyelewengkan dana donasi. Uang donasi yang disalurkan ACT tidak sesuai dengan jumlah yang digalang. Uang itu mengalir ke segala arus, termasuk ke dompet para petinggi.
PPATK pun mengatakan bahwa pihaknya mengendus penyalahgunaan dana masyarakat itu untuk kepentingan terorisme.
Presiden ACT Ibnu Khajar lantas membantah bahwa pihaknya terlibat dalam pendanaan terorisme sebagaimana disampaikan PPATK. Ia mengaku heran mengenai tuduhan tersebut. Menurutnya, ACT selama ini sering mengundang beberapa kementerian dan lembaga dalam pelaksanaan sejumlah program filantropinya.
Meski demikian Ibnu mengakui bahwa pihaknya pernah memberikan bantuan kepada korban Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Penyaluran dana, kata dia, tidak bisa tebang pilih dilakukan.
Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon mendorong kepolisian menyelidiki dugaan penyelewengan dana donasi ACT.
"Kalau ada dugaan seperti itu (penyelewengan dana), ya diselidiki saja," kata Fadli di Balai Kota Jakarta, Selasa (5/7).
Kendati demikian, Fadli menilai selama ini ACT merupakan lembaga filantropi yang memiliki reputasi cukup baik. Terutama ketika ada bencana yang terjadi di berbagai daerah.
Tidak hanya itu, menurut Fadli ACT juga salah satu lembaga yang terkenal rutin terjun misi kemanusiaan di dunia internasional. Misalnya bantuan untuk Palestina hingga para pengungsi Rohingya.
"Selama yang saya dengar, yang saya tahu, di publik internasional terutama dalam urusan misal tentang membantu Palestina, itu sangat dirasakan dan mengharumkan nama Indonesia," tuturnya.