Seto Mulyadi atau Kak Seto muncul dalam persidangan kasus kekerasan seksual dengan terdakwa motivator Julianto Eka Putra atau JE. Dalam sidang tersebut, Kak Seto disebutkan hadir sebagai saksi untuk terdakwa.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengaku kecewa dengan kehadiran Kak Seto sebagai saksi dari pihak terdakwa. Ia menilai sikap Kak Seto sebagai tindakan memalukan.
"Saya kira itu adalah tindakan yang memalukan. Saya tentunya malu terhadap anak Indonesia dan kemudian Seto Mulyadi yang saya kenal dan dikenal oleh masyarakat dan termasuk pembela anak, itu artinya dia bunuh diri dan menggali lubangnya sendiri," kata Arist saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (7/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arist menilai semestinya Kak Seto menolak ketika diminta menjadi saksi untuk terdakwa. Sebab, kasus itu sendiri merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang korbannya merupakan anak-anak.
"Karena kasus ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang menimpa atau diderita oleh puluhan anak yang mendapatkan perlakuan yang sangat keji dan biadab yang dilakukan oleh saudara Julianto yang seharusnya dia memberikan perlindungan, tetapi itu dibela oleh, sekali lagi, saya harus mengatakan dengan tegas Seto Mulyadi yang dikenal mungkin pencitraannya sebagai tokoh anak," ucapnya.
Diwawancara terpisah, Kak Seto mengatakan dirinya diminta untuk memberikan keterangan sebagai ahli. Ia membantah menjadi saksi meringankan untuk terdakwa JE dalam persidangan.
"Memang bukan sebagai saksi yang meringankan atau memberatkan. Saya sebagai ahli yang keterangannya ditanyakan oleh hakim," ujar Kak Seto kepada CNNIndonesia.com.
Kak Seto menuturkan dirinya menerima permintaan dari pengacara terdakwa karena ia menganggap posisi sebagai ahli merupakan posisi yang netral.
Dia menegaskan memberikan keterangan dalam kapasitasnya sebagai ahli dalam bidang psikologi dan perlindungan anak.
"Jadi tidak benar kalau saya membela terdakwa. Sama sekali tidak," tegasnya.
Diberitakan, motivator sekaligus pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Julianto Eka Saputra ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kekerasan seksual terhadap belasan anak didiknya. Ia pertama kali dilaporkan ke Polda Jatim pada 29 Mei 2021.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 5 Agustus 2021, Julianto tak juga ditahan oleh pihak kepolisian. Berkas perkara Julianto pun baru mulai disidangkan pada 16 Februari 2022.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kota Batu menjerat Julianto dengan pasal alternatif. Ia terancam hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun.
JE didakwa dengan sejumlah pasal yakni Pasal 81 ayat 1 jo Pasal 76 D Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kemudian, Pasal 81 ayat 2 UU tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, Pasal 82 ayat 1, juncto Pasal 76e UU Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 294 ayat 2 ke-2 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(blq/tsa)