Jalan Panjang Korban Dugaan Pencabulan Anak Kiai Jombang Cari Keadilan

CNN Indonesia
Jumat, 08 Jul 2022 11:33 WIB
Polisi berjaga di depan gerbang Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso saat proses upaya penangkapan tersangka Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) di Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022). (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kasus pencabulan yang diduga dilakukan oleh anak kiai Jombang, Jawa Timur, memasuki babak baru. Tersangka kasus tersebut, Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi (42) telah menyerahkan diri ke polisi.

Kasus ini berawal dari sebuah pernyataan yang diunggah seorang perempuan di media sosial pada akhir 2019 lalu. Dia mengaku telah dicabuli pengurus sekaligus putra pemilik Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang. Namun akun tersebut hilang, tiga hari setelah mengunggah pernyataan.

Kuasa hukum korban, Nun Sayuti mengatakan pihaknya telah melaporkan kasus ini ke polisi sebanyak tiga kali sejak 2017 hingga 2019.

Pada laporan terakhir, 29 November 2019, kasus ini mulai menemui titik terang. Dalam kurun waktu 13 hari, Polres Jombang mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan menetapkan MSAT sebagai tersangka.

Menurutnya, tersangka dua kali mangkir dari panggilan kepolisian. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kabid Humas Polda Jatim kala itu, Kombes Pol Trunoyudo.

Keterangan Para Korban

Sedikitnya dua korban menceritakan bagaimana pelaku melancarkan aksinya. Korban 1 mengatakan peristiwa tersebut bermula saat wawancara internal pada 2017.

Dalam kegiatan itu, pelaku meminta korban 1 untuk melepas seluruh pakaian dengan dalih ilmu metafakta. Merasa permintaan tersebut tak masuk akal, korban 1 pun menolak.

"Jadi saya harus melepas pakaian dan melepas pakaian itu kan enggak bisa di logika, di luar nalar. Saya enggak mau, saya tetap jawab saya tidak mau. Tapi dia memaksa, masih menggunakan alasan yang sama, 'Kalau kamu tidak mau, berarti kamu masih menggunakan akal, kamu belum menjiwai itu metafakta,'" ujar korban 1 menceritakan kepada CNN Indonesia TV, dikutip Jumat (8/7).

Mengaku tak memahami metafakta yang disebut-sebut pelaku, korban 1 terus melakukan penolakan. Kendati demikian, pelaku justru terus memaksa. Dengan alasan yang sama, dia meminta korban mengikuti perintah.

"Di situ saya merasa tertekan, saya merasa ngawang. Saya merasa ngawang. Hidup enggak hidup, mati enggak mati. Saya bener-bener ngawang," katanya.

Korban mengatakan peristiwa itu terjadi sebanyak dua kali. Menurutnya, ada sejumlah santri perempuan lain yang juga mengalami kejadian serupa. Korban 1 pun mencoba mencari keadilan dengan menuliskan kronologi peristiwa yang menimpanya dan bermaksud menyampaikan tulisan tersebut kepada pimpinan tertinggi pesantren.

Ia menitipkan tulisan itu kepada orang kepercayaan pelaku. Di luar dugaan, tulisan itu malah tersebar di grup percakapan pesantren.

Dua pekan kemudian, korban menyebut ada sejumlah pria mendatangi asrama dan memaksanya membuat surat pernyataan yang berisi pengakuan bersalah dan permohonan maaf.

Korban kemudian disebut sebagai penyebar fitnah. Meski terus dipaksa menulis surat pengakuan bersalah dan permohonan maaf, korban 1 tetap menolak.

Sepekan setelahnya, korban 1 menerima surat pemecatan dari Pondok Pesantren. Ia memutuskan untuk mencari keadilan lewat jalur hukum. Korban 1 juga pernah diperiksa sebagai saksi dari laporan yang dilakukan orang lain tetapi tak mendapatkan hasil yang diharapkan.

"Di tahun 2018 ada yang melapor, saya juga sudah diperiksa. Saya bersedia menjadi saksi. Sudah diperiksa, sudah berjalan. Ternyata gagal. Tidak berhasil," tuturnya.

Lain cerita dengan korban 2 yang mengaku hampir lima tahun dipacari oleh tersangka dan dijanjikan bakal diperistri. Korban 2 mengaku dicabuli saat masih berusia 15 tahun pada 2012.

Korban 2 mengaku pernah diminta tidur di kamar hotel. Namun pelaku malah mengajaknya berhubungan seksual.

"Disuruh tidur di hotel aja, tidur di hotel terus kan perjanjiannya saya harus menuruti apa yang jadi kemauan dia, karena saya harus tanggung jawab ke dia kayak gitu, ya sudah. Ternyata waktu saya tidur di hotel dia itu ngajak [berhubungan]," ucap korban 2.

Korban 2 menolak. Namun pelaku tetap bersikeras memaksa.

"Terus dia bilang 'awakmu maeng ngomong opo?' langsung dia ngomong itu di depan saya. 'Koen yo, ayo pengen tak nganu maneh tak ajar maneh', gitu. Ya, sudah saya mau enggak mau ya sudah saya gitu main bertiga. Di situ saya mulai nangis, saya nangis 'kok ngene'" kata korban 2.

Korban 2 mencoba mencari perlindungan. Ia jatuh hati pada salah seorang santri di Ponpes tersebut dan memohon bantuan kepada santri tersebut untuk membantunya lepas dari tersangka. Tetapi upaya korban diketahui tersangka.

Menurut korban 2, ia kemudian dijemput paksa oleh orang suruhan tersangka dan dibawa ke sebuah tempat yang disebut Puri.

Di sana, korban 2 ditendang dan dipukul. Bahkan, ia hampir jatuh dari jendela sebanyak dua kali tetapi ditahan pelaku. Usai dianiaya, korban disetubuhi secara paksa.

Berkat pertolongan seorang teman, korban berhasil meninggalkan Puri dan pergi jauh dari pesantren. Ia berharap tersangka diadili dan dihukum.

"Saya tidak terima dengan tindakan asusila yang telah diperbuat oleh mas Bechi terhadap saya dan juga teman-teman saya. Dan saya ingin mas Bechi dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum di negara Indonesia," ujarnya.

Artikel bersambung ke halaman berikutnya: Pihak Pesantren Sebut Anak Kiai Jombang Dijebak

Pihak Pesantren Sebut Anak Kiai Jombang Dijebak


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :