Kronologi Kasus Kekerasan Seksual oleh Motivator JE
Kasus dugaan kekerasan seksual yang menyeret motivator sekaligus pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Julianto Eka Saputra atau JE menjadi sorotan setelah para korban buka suara di media sosial.
Kasus itu pertama kali dilaporkan pada 29 Mei 2021 lalu oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Lalu pada 5 Agustus 2021, JE resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus itu diduga terjadi sejak 2009. Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan peristiwa itu dialami para korban saat mereka masih duduk di bangku sekolah.
"Peristiwa itu sejak 2009 pada saat korban berusia 15 tahun. Sampai pada peristiwanya di 2021," kata Arist kepada CNNIndonesia.com, Jumat (8/7).
Arist mengatakan kasus itu baru diketahui pada Maret 2021 ketika korban melapor ke Komnas PA. Setelah itu, Komnas PA pun mengumpulkan keterangan dari siswa dan alumni SPI yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Di akhir Mei, saya bersama dua orang korbannya, pertama dua orang korban. Setelah saya mencari saksi-saksi korban lain untuk menanyakan data itu, saya bersama dua orang korban melaporkan itu ke Polda Jatim," ucapnya.
Dalam laporannya tersebut, Arist mengungkapkan korban yang terdaftar hanya sebanyak 14 orang. Namun, korban sesungguhnya mencapai 40 orang. Semuanya bahkan sudah melapor ke Polres Batu.
"Tetapi follow up-nya itu karena masih banyak yang menarik diri, dokumen-dokumennya belum lengkap, sehingga itu belum bisa diteruskan. Jadi ada 40 tetapi yang real yang sudah diperiksa Polda Jatim dan sudah diperiksa di pengadilan itu 14," ujar dia.
JE diduga tidak hanya melakukan aksi asusila itu terhadap anak didiknya. Ia juga diduga melakukan aksi tersebut kepada para alumni yang bekerja di SPI.
Mereka umumnya berusia 25 hingga 27 tahun. Nahasnya, para alumni yang menjadi korban pun sebelumnya sudah pernah mengalami kejadian serupa yang dilakukan JE.
"Terjadi lagi pada usia yang sudah dewasa di atas 18," ucap Arist.
Arist juga mengungkapkan korban tak hanya dilecehkan di kawasan sekolah. Mereka juga dilecehkan saat berada di luar negeri.
JE membawa korban ke luar negeri dengan dalih sebagai hadiah karena dianggap telah berprestasi.
"Mereka itu dibuat kamuflase lah seperti itu. Hadiah kepada anak-anak yang dianggap prestasi oleh Julianto. Dibawalah jalan-jalan ke Singapore, dibawalah jalan-jalan ke Malaysia, dibawalah jalan-jalan naik kapal pesiar, dibawa ke Eropa dan sebagainya. Tetapi terjadilah peristiwa di sana di luar negeri juga. Bahkan di rumah pribadi pelaku," ujarnya.
Para korban juga dilaporkan menerima berbagai aksi bejat pelaku. Mereka diperkosa hingga 10-15 kali dan bentuk tindak kekerasan seksual lainnya.
"Bayangkan satu orang itu bisa sampai 15 kali. Ada yang 10 kali, ada yang bentuknya oral dan macam-macam. Artinya kejahatan seksual lah. Saya menyebutnya kejahatan seksual (karena) itu bukan hanya persetubuhan rudapaksa saja, tetapi sudah berbagai bentuk dan dilakukan di berbagai tempat," tukas Arist.
Julianto Eka Saputra ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kekerasan seksual terhadap belasan anak didiknya. Ia mulai disidangkan pada 16 Februari 2022.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kota Batu menjerat Julianto dengan pasal alternatif. Ia terancam hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun.
Julianto didakwa dengan sejumlah pasal yakni Pasal 81 ayat 1 jo Pasal 76 D Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kemudian, Pasal 81 ayat 2 UU tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, Pasal 82 ayat 1, juncto Pasal 76e UU Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 294 ayat 2 ke-2 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(blq/tsa)