Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan menemukan unsur pemaksaan pada kasus pemakaian jilbab siswi kelas X SMAN 1 Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta.
Inspektur Jenderal Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang mengatakan pihaknya telah melakukan pengawasan teknis terhadap tata kelola penyelenggaraan di SMAN 1 Banguntapan beberapa hari ke belakang.
Menurut Chatarina temuan ini serupa dengan hasil pemeriksaan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pusat serta daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan pemaksaan tak melulu berbentuk kekerasan fisik. Perbuatan yang secara psikis menimbulkan ketidaknyamanan juga masuk kategori pemaksaan.
"Jadi tidak boleh ada kekerasan berbentuk SARA. Iya (ada pemaksaan), karena itu yang menyebabkan anak tersebut curhat dengan ibunya mengenai hal itu," kata Chatarina di Kantor ORI DIY, Sleman, Jumat (5/8).
Chatarina pun mengatakan sanksi untuk SMAN 1 Banguntapan ditentukan oleh Pemda DIY sesuai hasil investigasi tim internal Disdikpora DIY.
Kemendikbudristek hanya mengeluarkan rekomendasi agar seluruh sekolah pemerintah memberlakukan Permendikbud Nomor Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Ia mengatakan ditemukan ketidaksesuaian pada panduan seragam siswi SMAN 1 Banguntapan dengan Permendikbud Nomor Nomor 45 Tahun 2014.
"Dari gambar yang ada di dalam peraturan kepala sekolah dengan jenis-jenis seragam khusus untuk siswi yang ada di dalam Permendikbud 45," ucapnya.
Adapun rekomendasi dari Kemendikbudristek yaitu, seluruh pengaturan seragam sekolah wajib berpedoman pada Permendikbud berlaku; sekolah harus dijauhkan dari hal-hal bersifat kekerasan dan setiap satuan pendidikan harus mengedepankan kenyamanan dan keamanan bagi siswa/siswinya.
Kemudian, guru memberikan kebebasan bagi setiap peserta didik untuk menjalankan keyakinannya masing-masing sebagai bentuk penghormatan terhadap hak individu.
Sementara itu Ketua ORI DIY Budhi Masturi menyebut salah satu instrumen yang digunakan ORI dan Kemendikbud untuk memeriksa kasus ini yaitu melalui rekaman kamera CCTV.
Budhi mengatakan ORI DIY dan Kemendikbud telah mengantongi bukti rekaman kamera CCTV yang mengabadikan peristiwa yang diduga sebagai tindak pemaksaan pemakaian jilbab di SMAN 1 Banguntapan.
"Mereka (Kemendikbud) sudah ke sekolah, mereka sudah melihat CCTV. Hasil videonya mendeskripsikan memang menurut mereka itu paksaan, ada unsur paksaan," kata Budhi.
ORI DIY yang juga telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap pihak sekolah sejak awal pekan ini, tetapi belum bisa menyimpulkan hasil investigasi. Rekaman kamera pengawas CCTV yang dianggap memenuhi oleh Kemendikbud dipakai sebagai petunjuk pelengkap.
Diberitakan, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) melaporkan adanya salah seorang siswi muslim kelas X SMAN 1 Banguntapanyang mengalami depresi berat karena dipaksa mengenakan hijab ketika Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pertengahan Juli 2022.
Siswi berusia 16 tahun itu disebut mengalami trauma usai salah seorang guru BK memakaikan jilbab kepadanya secara paksa.
Tim Disdikpora menyebut telah memeriksa dua guru BK dan Kepala Sekolah SMAN 1 Banguntapan. Dari pemeriksaan, guru BK mengaku hanya menawarkan untuk mengajari mengenakan jilbab.
Guru BK tersebut mengklaim menawarkan tanpa memaksa dan siswi yang bersangkutan mengiyakan. Sementara, kepala sekolah menampik ada aturan wajib berjilbab bagi siswi di satuan pendidikan tersebut.
Buntut dari kejadian itu, kepala sekolah dan tiga guru di SMAN 1 Banguntapan dinonaktfikan. Sementara itu, siswi tersebut pindah sekolah.
(kum/tsa)