Peneliti kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai dokter kepolisian yang menangani autopsi awal Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J perlu dievaluasi.
Sejauh ini, ada 25 personel kepolisian yang diperiksa timsus Polri. Namun tak ada dari kalangan dokter kepolisian.
"Begitu juga di jajaran kedokteran kepolisian juga perlu dievaluasi, jika perlu ganti dengan personel-personel yang lebih kompeten," kata Khairul dalam keterangannya, Jumat (5/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, jasad Brigadir J telah dilakukan autopsi ulang di RSUD Sungai Bahar, Muaro Jambi pada 28 Juli lalu usai insiden tersebut.
Khairul menilai proses autopsi ulang yang telah dilakukan pada jasad Brigadir J menunjukkan ada gelagat penanganan tidak sesuai prosedur saat tiba di rumah sakit hingga dikembalikan keluarga.
"Langkah ini setidaknya memperbaiki buruknya situasi awal yang penuh dengan rumor dan keraguan, hingga menggerus citra lembaga Polri," kata dia.
Di sisi lain, Khairul menilai tak perlu optimis berlebihan soal penanganan kasus usai 25 perwira kepolisian diperiksa tim khusus Polri saat ini. Ia menilai sudah keterlaluan bila melihat banyaknya personel yang sudah dimutasi dan masih dimungkinkan untuk bertambah
"Bisa jadi ini puncak gunung es dari sekian banyak persoalan sistemik dalam organisasi Polri," kata dia.
Selain itu, Khairul berharap agar Kapolri Listyo Sigit mampu mengawali langkah pembenahan integritas dan profesionalisme jajarannya imbas kasus tersebut. Terlebih, beredar banyak rumor terkait persekongkolan yang terstruktur, sistematis dan masif di tubuh Polri.
Sebelumnya, Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo mengatakan Tim Khusus (Timsus) tengah melakukan pemeriksaan terhadap 25 perwira kepolisian imbas kasus kematian Brigadjir J Sebanyak 15 personel kini sudah dimutasi oleh Jendral Listyo.
Selain itu, Polri memastikan bakal memproses hukum pihak-pihak yang terbukti menghambat penyidikan kasus dugaanpembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Polri bakal menggunakan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
"Nantinya apabila ditemukan pelanggaran pidana daripada perbuatan-perbuatan yang dilakukan baik itu menghalangi proses penyidikan, menghilangkan barang bukti, menyembunyikan barang bukti sehingga menghambat proses penyidikan, nantinya setelah menjalani proses pemeriksaan kode etik, rekomendasi dari Bapak Irwasum nanti akan kita jadikan dasar apakah perlu kita lakukan status mereka menjadi bagian daripada para pelaku yang Pasal 55 atau 56 KUHP," ujar Kabareskrim Agus Andrianto, Kamis (4/8).