Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merilis sejumlah temuan dan rekomendasi terkait kasus pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Selama proses hukum berjalan, LPSK memiliki andil karena sejumlah orang yang diduga terlibat atau berada di pusaran kasus mengajukan permohonan perlindungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut temuan dan rekomendasi yang dikeluarkan LPSK sejauh ini.
LPSK memutuskan Bharada E telah memenuhi syarat sebagai justice collaborator di kasus ini. Bharada E dinilai tak memiliki niat membunuh dan bukan pelaku utama dalam kasus yang menewaskan Brigadir J.
Justice collaborator merupakan pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisasi dan menimbulkan ancaman serius.
"Lalu kita sampai keyakinan Bharada E memenuhi syarat sebagai justice collaborator, karena yang bersangkutan bukan pelaku utama," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suryo.
Status justice collaborator bisa dicabut jika Bharada E memberikan keterangan berbeda dalam proses hukum yang masih berjalan.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi mengatakan Bharada E yang jadi tersangka kasus penembakan Brigadir J saat ini tidak dalam kondisi tertekan.
"Tak tampak tertekan. Kami pancing untuk bercanda beliau tertawa," kata Edwin di Kantor LPSK, Jakarta, Senin (15/8).
Edwin juga menyampaikan fisik Bharada E selama di tahanan Bareskrim Polri terlihat sehat. Bharada E, kata dia, mampu memberikan berbagai keterangan secara baik kepada LPSK atau penyidik lainnya.
LPSK memutuskan untuk tidak memberikan perlindungan kepada Putri Candrawathi. Sebelumnya, Putri sempat mengajukan permohonan perlindungan lantaran diduga mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir J.
Namun, Polisi menyatakan tak ada pelecehan seksual yang terjadi sebelum Brigadir J ditembak. Oleh karena itu LPSK pun tidak akan memberikan permohonan perlindungan kepada Putri.
"LPSK memutuskan untuk menolak penelaahan ibu P karena enggak bisa diberikan perlindungan. Bukan dasarnya karena pelakunya meninggal, bukan, tapi karena kasus ini sudah dihentikan pihak kepolisian," kata Hastodi Kantor LPSK, Ciracas, Jakarta Timur, Senin (15/8).
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menilai Putri Candrawathi memiliki tanda atau gejala masalah kesehatan jiwa.
Hal ini ditemukan usai Putri menjalani pemeriksaan medis (psikiatri) dan psikologis oleh LPSK pada Selasa, 9 Agustus 2022 lalu.
"Dari hasil pemeriksaan dan observasi, didapatkan kumpulan tanda dan gejala masalah kesehatan jiwa," kata Susilaningtias saat konferensi pers.
Berdasarkan hasil penilaian psikolog, kondisi Putri tidak memiliki kompetensi psikologis memadai untuk menjalani pemeriksaan dan memberikan keterangan.
"Teridentifikasi memiliki masalah psikologis yang belum dapat dikaitkan sebagai terduga korban kekerasan seksual dan terduga saksi percobaan pembunuhan," kata dia.
(rzr/bmw)