Kasus Dugaan Paksa Siswi Berjilbab, Kepsek dan 3 Guru Disanksi Ringan

CNN Indonesia
Kamis, 18 Agu 2022 15:44 WIB
SMAN 1 Banguntapan Bantul DIY dibanjiri karangan bunga setelah kasus pemaksaan menggunakan hijab kepada siswinya, Senin (8/8). (CNN Indonesia/Tunggul Damarjati)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Kepala Sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menerima sanksi disiplin usai ramai kasus pemaksaan pemakaian jilbab kepada salah seorang siswi kelas X di satuan pendidikan tersebut.

Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) DIY Didik Wardaya mengatakan sanksi itu diberikan kepada keempatnya hari ini.

Instansinya menerima rekomendasi hukuman disiplin dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Biro Hukum Pemda, dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) provinsi setempat, serta Badan Kepegawaian Kepegawaian Negara (BKN) Perwakilan Yogyakarta.

Sanksi yang diberikan sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

"Sanksi yang diberikan itu bertingkat," kata Didik, Kamis (18/8).

Dia mengatakan Agung Istianto selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Banguntapan dijatuhi sanksi berupa pernyataan tidak puas secara tertulis. Atau terberat dibanding tiga orang lainnya.

"Itu paling berat, bebannya paling tinggi," sambung Didik.

Kemudian, sanksi berupa teguran tertulis diberikan kepada masing-masing seorang guru BK dan wali kelas. Ada pula sanksi teguran lisan untuk seorang guru BK lainnya.

Sanksi yang diberikan kepada keempatnya ini dalam Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil masuk kategori hukuman disiplin ringan.

"Kami menindaklanjuti (rekomendasi sanksi) karena itu sifatnya sanksi ringan, yang mengeksekusi kepala dinas (Disdikpora) sebagai kepala langsung," tambah Didik.

Didik melanjutkan, sanksi ini ditentukan dan diberikan atas dasar pelanggaran oleh keempatnya sebagaimana hasil investigasi tim internal Disdikpora DIY.

Adapun jenis pelanggaran yakni ketidaksesuaian tata tertib di sekolah dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Soal unsur pemaksaan pemakaian jilbab, kata Didik, itu merupakan bagian dari proses atau rangkaian pelanggaran dari Permendikbud berlaku. Pemda DIY menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan satu bentuk pelanggaran secara utuh, bukan menggarisbawahi satu peristiwa saja.

"Sanksi itu permasalahan utama adalah adanya tata tertib yang tidak sesuai dengan aturan di atasnya dan mengakibatkan adanya pengondisian semacam itu (pemakaian jilbab). Sehingga tanpa melihat kondisi sang anak terjadi ini," katanya.

"Kalau pemaksaan kan dari mulai tanggal 18 (Juli). Tapi bukan tidak semata-mata pada satu hari itu. Kan, ada proses itu," sambungnya.

Seiring dengan dijatuhkannya sanksi tersebut, status nonaktif kepada keempatnya resmi dicabut. Pemda DIY berharap mereka bisa kembali bekerja tanpa perlu mengulang pelanggaran serupa di kemudian hari.

"Kami juga melakukan evaluasi atau review terhadap tata tertib yang ada di sekolah masing-masing, supaya tidak berbenturan dengan aturan-aturan yang sudah dibuat atau aturan-aturan yang ada di atasnya," imbuh Didik.

Sedangkan siswi kelas X bersangkutan, kata Didik, akhirnya tetap memilih pindah dari SMAN 1 Banguntapan demi kenyamanan belajar. Disdikpora membantu memfasilitasi proses pencarian dan pemindahan sekolah ini.

"Mudah-mudahan hari ini sudah mulai masuk, sudah mulai sekolah," ujarnya.

Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) melaporkan adanya salah seorang siswi muslim kelas X SMAN 1 Banguntapan Bantul yang mengalami depresi berat karena dipaksa mengenakan hijab ketika Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pertengahan Juli 2022 lalu.

Siswi berusia 16 tahun itu mengalami trauma usai salah seorang guru BK memakaikan jilbab kepadanya secara paksa. Dia disebut sampai menangis di toilet satu jam lamanya setelah kejadian itu.

Siswi itu sempat mengurung diri di kamar rumahnya dan enggan berbicara dengan orang tuanya. Tanggal 25 Juli lalu, siswi itu pingsan ketika mengikuti upacara bendera. Sejak 26 Juli 2022, yang bersangkutan belum mau kembali ke sekolah.

Tim Disdikpora mengklaim telah memeriksa dua guru BK dan Kepala SMAN 1 Banguntapan. Hasil pemeriksaan, guru BK mengaku hanya menawarkan untuk mengajari mengenakan jilbab.

Guru BK tersebut mengklaim menawarkan tanpa memaksa dan siswi yang bersangkutan mengiyakan. Sementara, kepala sekolah menampik ada aturan wajib berhijab bagi siswi di satuan pendidikan tersebut.

Adapun kepala sekolah dan tiga guru BK SMAN 1 Banguntapan sudah dinonaktifkan dari ketugasannya sejak Kamis (4/6) lalu demi kelancaran pemeriksaan dan proses pendidikan di sekolah itu.

Kemendikbud yang turun tangan menangani persoalan ini mendapati unsur paksaan dari para guru saat pemakaian jilbab kepada siswa berdasarkan rekaman kamera pengawas CCTV.

Sedangkan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY menduga pemaksaan pemakaian jilbab ini memiliki benang merah dengan upaya pemenuhan akreditasi sekolah oleh SMAN 1 Banguntapan.

(kum/pmg)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK