Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) mengkritik keras soal pernyataan Wakil Gubernur Jawa Barat Ruzhanul Ulum yang mengatakan solusi untuk mencegah HIV/AIDS yang meningkat di Jawa Barat adalah dengan menikah dan polgami.
Ikatan itu merupakan jaringan nasional bagi perempuan yang Hidup dengan HIV/AIDS dan terdampak HIV/AIDS di Indonesia
Koordinator Nasional IPPI Ayu Oktariani menyatakan pernyataan Uu itu sangat berbahaya, dan bisa mengakibatkan kesalahan yang lebih fatal bagi masyarakat lebih luas dan perempuan secara khusus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pernikahan-- baik 'monogami' ataupun 'poligami'-- tidak bisa menyelesaikan persoalan HIV, apalagi dianggap sebagai solusi pencegahan HIV-AIDS. IPPI menganggap, Poligami dan pernikahan di usia muda malah akan menjadi pintu gerbang pada kasus kekerasan pada perempuan," kata Ayu dikutip dalam siaran persnya, Selasa (30/8).
Ayu merujuk pada Ringkasan Eksekutif, Catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2022 yang menyatakan kekerasan paling tinggi terjadi di ranah personal yaitu 335.399 kasus dimana di dalamnya ada kekerasan dalam rumah tangga.
Serta dalam catatan pendokumentasian kekerasan IPPI di tahun 2021 menyebutkan perempuan dengan HIV menjadi lebih rentan terhadap kekerasan berbasis gender serta sebaliknya perempuan yang mendapatkan kekerasan seksual menjadi rentan pada HIV dan infeksi menular seksual lainnya.
"Apakah negara kemudian bisa memastikan bahwa setiap pasangan yang akan menikah muda dan berpoligami dapat terbebas dari Tindakan kekerasan yang juga membuka pintu gerbang baru pada penularan HIV-AIDS?" ujarnya.
Pejabat pemerintah, kata Ayu, harusnya memberikan penyadaran yang lebih cerdas tentang konteks pernikahan yang bukan hanya soal menaati perintah agama dan menjauhi perbuatan zina.
"Makna pernikahan dalam banyak keyakinan dan agama justru kami yakini lebih besar daripada itu, yakni tentang kesanggupan dua orang individu untuk berkomitmen saling menghargai dan bertanggung jawab pada kehidupan, saling melindungi dan menjaga pasangan dan meraih kehidupan yang sejahtera sebagai pasangan yang saling menghargai satu sama lain," kata dia.
![]() |
Menurut Ayu, IPPI melihat solusi yang nyata dalam pencegahan penularan HIV-AIDS adalah.dengan menggalakkan tersedianya pendidikan kesehatan seksual reproduksi dan pencegahan kekerasan berbasis gender kepada seluruh masyarakat Indonesia. Itu, kata dia, harus dilakukan dari mulai remaja sekolah sampai kepada lingkaran sosial yang sudah ada di masyarakat seperti karang taruna, pertemuan PKK ataupun Posyandu.
"Harusnya negara mendorong, semua anak dan remaja untuk menempuh pendidikan atau mendapatkan aktivitas serta hak nya sebagai pribadi dan individu utk berkembang dan maju, bukannya malah "didorong" untuk menikah muda hanya karena dianggap sudah kebelet," ucap Ayu.
Selain itu, ia berharap negara juga bisa memenuhi UU 1945 pasal 31 ayat 1 agar seluruh warga negara bisa memperoleh pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan kesehatan seksual reproduksi sebagai alat pencegahan HIV/AIDS.
"Jika informasi tentang Kesehatan seksual reproduksi dan pencegahan kekerasan berbasis gender diberikan dengan tepat seharusnya malah bisa membantu remaja dan individu usia produktif untuk memahami tentang tubuhnya serta bisa melindungi diri dari kekerasan serta pelecehan," kata Ayu.
Selain itu, sejak dini mereka akan mendapatkan pemahaman tentang risiko berhubungan seksual di usia yg dini, tidak aman bahkan tanpa kesadaran akan beresiko pada HIV dan Infeksi Menular Seksual lainnya, termasuk adanya kekerasan berbasis gender pada perempuan karena perempuan paling sering tidak punya posisi tawar dan dalam kondisi yang sulit sebagai korban.
Pada konteks pernikahan, yang paling paling penting didorong pada seluruh pasangan yang.hendak menikah bukan kesegeraan atau dorongan berpoligami. Namun adanya konseling sebelum pernikahan tentang komunikasi yang setara antara pasangan, tentang pendidikan kesehatan seksual reproduksi dan mendorong mereka melakukan pemeriksaan kesehatan dengan konseling yang tepat.
Termasuk konseling pencegahan HIV jika memamg ternyata salah satu pasangannya ditemukan positif HIV. Karena tidak menutup kemungkinan orang yang hidup dengan HIV bisa menikah, berkeluarga serta merencanakan kehamilan yang sehat tanpa menularkan pasangan anak anak yang akan dilahirkannya.
Selain itu, implementasi Undang-undang Nomor 12 Th 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga sebaiknya dapat menjadi perlindungan kepada perempuan yang kerap menjadi korban dalam pernikahan 'poligami' dan pernikahan usia muda.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga mengaku tak sepakat dengan pernyataan UU tersebut.
Lewat media sosialnya, Ridwan Kamil atau Emil itu pun menegaskan pernyatan Uu adalah pendapat personal.
"Pendapat pribadi Pak Wagub Uu Ruzhanul Ulum terkait poligami sebagai solusi, saya pribadi tidak sependapat," kata Emil di akun Instagram pribadinya @ridwankamil, Selasa (30/8).
Emil menjelaskan Pemprov Jabar fokus pada kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan dalam penanggulangan HIV/AIDS dan IMS (infeksi menular seksual) di Jawa Barat.
Tak hanya itu, lewat unggahannya, Emil juga mengoreksi pemberitaan di media massa terkait kasus HIV di Kota Bandung. Ia mengatakan 414 Kasus HIV di kalangan mahasiswa Kota Bandung adalah akumulasi data selama 30 tahun yaitu sejak 1991-2021, bukan data dalam satu tahun.
(lna, hyg/kid)