Pakar Hukum: Extrajudicial Killing Tak Pengaruhi Hukuman Ferdy Sambo
Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda menilai extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J tak berpengaruh terhadap hukuman mantan Kadiv Propam Irjen Fedy Sambo.
Sebab, menurutnya, saat pembunuhan itu berlangsung, Sambo sedang tidak melaksanakan tugas sebagai anggota kepolisian.
"Extrajudicial killing tidak ada hubungannya dengan hukuman Sambo karena Sambo tidak dalam pelaksanaan tugas," kata Chairul kepada CNNIndonesia.com, Jumat (2/9).
Chairul menjelaskan extrajudicial killing akan berpengaruh ketika Sambo sedang dalam pelaksanaan tugas. Ia pun menyinggung soal kasus KM 50 dimana pelaku penembakan juga berasal dari anggota kepolisian.
"Seperti di KM 50 itu menjadi relevan karena mereka sedang bertugas tapi justru menyebabkan pihak yang menjadi tanggungjawabnya meninggal dunia," ujarnya.
Ia menuturkan Sambo tidak sedang dalam penugasan baik yang berkaitan dengan suatu proses penegakan hukum maupun tugas-tugas Sambo sebagai polisi.
Selain itu, ancaman hukuman yang berikan kepada Sambo juga merupakan ancaman hukuman yang paling berat yakni hukuman mati, sehingga extrajudicial killing tak berpengaruh terhadap hukuman Sambo.
"Karena ancaman pidananya juga sudah pidana mati. Pidana mati itu kan pidana yang paling berat," tutur Chairul.
Menurutnya, pembunuhan terhadap Brigadir J merupakan pembunuhan biasa. Hanya saja melibatkan beberapa orang di antaranya adalah orang-orang yang memiliki pekerjaan yang sama baik dengan korban maupun dengan pelaku. Berbeda dengan kasus KM 50.
Oleh sebab itu, ia mengaku tak heran jika dalam kasus yang menewaskan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) pelaku lepas dari ketentuan hukum.
"Karena memang pada dasarnya ini pembunuhan, berbeda ketika kita bicara di kasus KM 50. Makanya tidak mengherankan kemudian putusannya lepas dari segala ketentuan hukum. karena di situ ada pelaksanaan orang-orang yang bertugas secara hukum. Kalau ini kan tidak ada kaitannya dengan tugas," katanya.
Kendati demikian, Chairul berpendapat bahwa istilah yang disematkan oleh Komnas HAM terhadap kasus Brigadir J ini tidak terlalu penting. Ia tak sependapat dengan Komnas HAM yang menyebut pembunuhan Brigadir J merupakan extrajudicial killing .
"Ini ilegal killing saja. Extrajudicial killing itu seolah-olah dalam sebuah proses yudisial di luar proses yudisial kemudian ada yang meninggal," ujarnya
"Ini ya pembunuhan karena Bharada E ketika menembak atau Pak Sambo ketika menembak bukan sedang bertugas. Tidak ada hubungannya dengan tugas dia," sambungnya.
Menurutnya, kategori pelanggaran HAM terhadap Brigadir J lebih penting ketimbang istilah-istilah yang disematkan.
Sebelumnya, Komnas HAM menyebut berdasarkan penyelidikan yang dilakukan, kematian Brigadir J merupakan extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum. Hal ini menjadi salah satu simpulan Komnas HAM dalam kasus kematian Yosua.
"Pembunuhan Brigadir J merupakan extrajudicial killing," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (1/9).
Beka mengatakan kematian Brigadir J yang merupakan extrajudicial killing dilatarbelakangi oleh adanya dugaan peristiwa kekerasan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah.
(lna/pmg)