Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komnas Perempuan punya pendapat berbeda dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) soal dugaan pelecehan seksual terhadap istri eks Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Komnas HAM dan Komnas Perempuan menyebut pelecehan seksual tersebut diduga kuat terjadi pada 7 Juli lalu di Magelang.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan dasar alasan itu di antaranya diambil berdasarkan keterangan para saksi dan terduga korban. Para saksi yang dimaksud yaitu ajudan Sambo, Bripka Ricky (RR) dan dua asisten rumah tangganya yakni Susi dan Kuat Maruf (KM).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dugaan itu didasarkan keterangan saksi/korban yakni PC, KM, RR, dan Susi. Juga dua ahli psikologi yang mendampingi selama ini. Kasus KS [kekerasan seksual] juga masuk di BAP, di dalam rekonstruksi dan berkas perkara yang dilimpahkan ke Kejaksaan," kata Taufan kepada wartawan, Selasa (6/8).
Taufan menyebut pelibatan para ahli dan saksi dalam pemeriksaan tersebut dimaksudkan sebagai upaya objektivitas. Dia berkata, kepolisian dan jaksa juga nantinya harus memperdalam lagi dan menelusuri lebih jauh.
"Jadi kami meminta sebelum itu dibentangkan di persidangan yang sudah bisa ditebak akan tidak berimbang karena keterangan keterangan tersebut hampir dapat dipastikan memperkuat dugaan KS," jelas dia.
"Maka langkah pendalaman dugaan ini dengan melibatkan ahli ahli lain dari lembaga yang resmi, adalah jalan bagi objektifikasi atas dugaan tersebut," imbuhnya.
Sementara itu, LPSK justru mempertanyakan keaslian peristiwa Magelang itu.
Bahkan, lembaga itu sempat memutuskan untuk menolak permohonan perlindungan dari Putri sebagai terduga korban pada dugaan pelecehan yang semula disebut terjadi di rumah dinas Sambo di Duren Tiga pada 8 Juli 2022.
Saat itu, LPSK menolak permohonan perlindungan karena mendapati Putri tidak kooperatif dalam upaya asesmen psikologis pihaknya sesuai ketentuan undang-undang. Selain itu, kepolisian juga sudah menyetop laporan dugaan pelecehan di Duren Tiga tersebut.
Belakangan, 'skenario' pelecehan itu berubah bukan lagi di Duren Tiga, melainkan di kediaman pribadi Sambo di Magelang beberapa hari sebelumnya.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu membeberkan sejumlah kejanggalan soal dugaan pelecehan yang didapat Putri.
Kejanggalan pertama menurut Edwin terkait relasi kuasa. Brigadir J merupakan ajudan dari Sambo, yang notabenenya juga bawahan Putri.
Kejanggalan kedua terkait lokasi yang diduga terjadinya pelecehan seksual. Edwin mengatakan pada umumnya, pelaku pelecehan seksual akan mencari tempat yang kemungkinan besar tak ada yang menyaksikan.
Namun, dalam kasus tersebut, Brigadir J diduga melecehkan Putri di rumahnya di Magelang pada 7 Juli. Pada hari itu, KM dan S selaku asisten rumah tangga Putri berada di rumah. Menurut Edwin itu hal janggal.
"Biasanya pelaku memastikan tidak ada saksi, ini peristiwanya di rumah Ibu PC. Di situ ada KM dan ada S, Susi. Jadi terlalu apa ya, nekat ya. Kalau itu terjadi nekat banget ya," kata dia.
Dengan kondisi itu, Edwin berpendapat posisi PC memungkinkan untuk memberi perlawanan.
"Kan itu tidak ada," ujarnya.
Kejanggalan selanjutnya, PC disebut masih menanyakan kondisi Brigadir J kepada ajudannya yang lain, yakni RR. Edwin menilai hal itu janggalan lantaran perntanyaan itu dilontarkan pascakejadian.
"Kalau dia korban dia menanyakan pelaku agak unik Yosua juga masih menghadap ke PC di kamarnya," ucap dia.
Sebagai informasi, Putri menjadi salah satu tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Selain dia empat tersangka lain adalah Ferdy Sambo. Kemudian dua ajudan Sambo yakni Bripka Ricky Rizal dan Bharada Richard Eliezer (Bharada RE). Dan, asisten Sambo, Kuat Maruf.
(yla/kid)