Fahmi berharap pernyataan Effendi yang menyinggung ketidakharmonisan Jenderal Andika dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, tidak malah dijadikan alasan untuk mendorong pergantian pejabat tertentu setingkat kepala staf dalam waktu dekat.
"Karena hal ini bisa mengakibatkan isu ketidakharmonisan yang mestinya dapat menjadi agenda bahasan lebih strategis menyangkut evaluasi dan pembenahan organisasi TNI, malah bergeser ke isu-isu lain yang bersifat taktis semata," ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dugaan lain, wacana potong generasi sengaja dilempar sebagai peringatan agar tidak ada pihak yang melampaui batasan.
Meski demikian Fahmi yakin pernyataan itu tak akan mempengaruhi suksesi Panglima TNI.
Dia kembali menyatakan bahwa suksesi Panglima TNI sepenuhnya di tangan Presiden Jokowi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya berwenang menyetujui atau menolak nama yang telah dipilih presiden.
"Mau diganti siapa, dari matra apa, lompat generasi atau tidak, pilihannya ada pada presiden. DPR nantinya cukup menyetujui. Atau menolak, jika nama yang diusulkan presiden dianggap tidak layak atau tidak sesuai kebutuhan, seperti yang disampaikan itu," ujarnya.
"Ini sebenarnya tinggal siapa yang diinginkan presiden saja kok, dengan berbagai pertimbangan yang mestinya terutama menyangkut doktrin, strategi dan postur TNI. Bukan sekadar soal agenda besar politik seperti disebutkan Effendi Simbolon itu," imbuh dia.
Dalam Rapat Komisi I DPR dengan Menhan dan Panglima TNI beserta Kepala Staf AD, AL, dan AU, yang digelar pada Senin (5/9), Effendi Simbolon mengatakan mendengar kabar pergantian Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa akan dilakukan dengan memotong generasi di tubuh militer.
Lihat Juga : |
"Denger-denger katanya ini potong generasi katanya. Jadi langsung ke (Angkatan) 94 semua, jangan ada yang marah, dipersiapkan yang akan kelahiran 68 ke atas," ujarnya.
Politikus PDIP itu menganggap wajar jika pemilihan Panglima TNI itu bakal memotong generasi karena akan ada agenda besar pada 2024 mendatang.
(lna/wis)