Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa Bupati Mimika Eltinus Omaleng. Dia merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja King Mile 32.
KPK sejatinya belum mengumumkan penetapan tersangka Eltinus. Namun, Eltinus langsung menggugat KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ia mempermasalahkan status tersangka yang disematkan KPK terhadap dirinya. Dalam permohonannya, Eltinus meminta PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan Praperadilan untuk seluruhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu permohonan Eltinus yakni menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/58/DIK.00/01/09/2020 tanggal 30 September 2020 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Ia juga memohon pengadilan menyatakan penyidikan yang dilaksanakan KPK tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Serta, menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon yang dilakukan KPK tidak sah.
Kuasa hukum Eltinus, Adria Indra Cahyadi dalam sidang gugatan mengaku belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
"Penetapan tersangka kepada pemohon cacat hukum karena termohon tidak memberikan SPDP kepada pemohon sebagaimana ketentuan hukum acara pidana," ujar Adria.
Lihat Juga : |
Adria mengatakan kliennya merasa dirugikan atas penetapan tersangka yang kemudian ditindaklanjuti dengan pencegahan ke luar negeri. Padahal, menurut dia, Eltinus tidak mengetahui secara jelas peristiwa pidana yang disangkakan KPK kepadanya.
Belakangan, Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Wahyu Iman Santosa menolak permohonan praperadilan Eltinus.
"Menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya," ujar hakim saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Kamis (25/8).
Hakim menilai proses hukum yang dilakukan KPK hingga menetapkan Eltinus sebagai tersangka telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, yakni dengan bermodal minimal dua alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Lembaga antirasuah mendapat sorotan dari masyarakat karena penanganan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dinilai mandek.
Salah satu pihak yang menyoroti ialah Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM Haris Azhar. Ia bahkan sudah menyurati KPK pada tahun lalu.
Haris mempertanyakan alasan KPK belum menahan Bupati Mimika Eltinus Omaleng. Ia menduga negara mengalami kerugian sebesar Rp21,6 miliar dari kasus ini.
Selain bupati, Haris menyinggung beberapa nama lain yang sudah ditetapkan oleh lembaga antirasuah sebagai tersangka, yakni Marthen Sawy selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Teguh Anggara selaku Direktur PT Waringin Megah.
(dmi/bmw)