Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyinggung penyalahgunaan dana otonomi khusus (Otsus) saat membenarkan status tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe.
"Terkait dengan sprindik [Lukas Enembe] itu gratifikasi atau suap, tentu gratifikasi atau suap itu bisa terkait dengan proses perizinan dan juga terkait proses pengadaan barang dan jasa. Paling banyak kalau di Papua itu terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa terutama pembangunan infrastruktur," ujar Alex usai menggelar konferensi pers terkait kasus dugaan suap pelaksanaan proyek infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah, Rabu (14/9).
"Dananya dari mana? Dari APBD itu kan termasuk juga dana otsus. Dana Otsus kan masuk juga ke dalam APBD," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tidak mengungkap detail kasus yang menjerat Enembe, Alex menuturkan KPK telah menerima banyak laporan masyarakat perihal kasus suap dalam pengadaan barang dan jasa di Papua.
"Penetapan para tersangka ini tidak lepas dari informasi dan laporan masyarakat. Kami berharap betul dukungan dari masyarakat sendiri supaya penegakan hukum di Papua berjalan," kata Alex.
Pimpinan KPK berlatar belakang hakim tindak pidana korupsi (tipikor) ini menegaskan KPK hadir di bumi cenderawasih. Ia berharap proses hukum yang sedang berjalan saat ini bisa memberikan efek jera terhadap kepala daerah di Papua untuk menghindari praktik korupsi.
Sejauh ini KPK telah menjerat tiga kepala daerah di Papua, yakni Lukas Enembe, Bupati Mimika periode 2014-2019 dan 2019-2024 Eltinus Omaleng, dan Bupati Mamberamo Tengah periode 2013-2018 dan 2018-2023 Ricky Ham Pagawak. Saat ini KPK baru menahan Eltinus.
"Kami mulai serius dan kami juga sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk dengan aparat penegak hukum di Papua untuk supaya lebih tegas dalam melakukan penegakan hukum terutama dalam rangka pemberantasan korupsi di wilayah Papua dan Papua Barat," ucap Alex.
"Itu pesan yang ingin saya sampaikan," pungkasnya.
(ryn/isn)