Perempuan Korban Narkoba Curhat ke DPR soal Dilecehkan Aparat

CNN Indonesia
Senin, 19 Sep 2022 18:54 WIB
Seorang perempuan korban narkoba bercerita kepada Komisi III DPR saat ia dilecehkan aparat kala ditangkap.
Ilustrasi perempuan korban pelecehan aparat. (niekverlaan/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Seorang perempuan korban narkoba, Belinda, menceritakan pengalamannya dilecehkan saat ditangkap aparat kepada Komisi III DPR.

Hal ini ia ungkapkan ketika Komisi III DPR rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI) terkait revisi UU Narkotika di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/9).

Mulanya, Belinda bercerita penangkapan itu terjadi dua tahun yang lalu saat ia tertangkap di rumahnya. Saat itu, ia diminta untuk membuka baju di depan aparat penegak hukum (APH) meskipun tidak ada polisi wanita yang ikut dalam penangkapan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya berat sih sebenarnya saya ceritakan ini, sebenarnya mengembalikan crime scene memang berat karena traumanya belum selesai," kata Belinda dengan terbata-bata.

"Penangkapan yang dilakukan di depan keluarga atau anak saya sendiri menurut saya tidak manusiawi dan penangkapan yang tidak dilakukan oleh polwan atau polisi wanita, yang mana saya harus membuka, mengganti baju di depan mereka. Menurut saya, tidak adil bagi seorang perempuan pengguna NAPZA," imbuh anggota Divisi Perempuan PKNI tersebut.

Menurutnya, negara seharusnya memberi tindakan tegas pada APH yang melakukan pelecehan atau kekerasan psikis terhadap perempuan pengguna Narkoba, Alkohol, Psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA).

Atas dasar itulah, dia dan kawan-kawannya memperjuangkan aspek gender masuk ke dalam revisi UU Narkotika, sebab menurutnya selama ini isu gender diabaikan pembuat kebijakan.

Belinda pun menyebut mestinya proses hukum yang dilakukan terhadapnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, terlepas dari kesalahan yang dilakukan.

"Artinya, ada harga yang harus dibayar, trauma saya, trauma keluarga saya, trauma anak-anak saya dan akhirnya saya menjadi unfit parent atau seorang ibu yang tidak layak untuk mengurus anak-anaknya ketika mengurus proses perceraian karena di pengadilan juga ada klausul yang menyatakan bahwa seorang pengguna NAPZA itu masuk dalam kategori pesakitan yang tidak layak mengurus anaknya," kata Belinda.

Menurutnya, UU Narkotika harus memiliki perspektif gender sebab hal itu berdampak pada keluarga dan anak-anak.

Lebih jauh, ia mengungkapkan kejadian yang ia alami bukan satu-satunya, sebab penangkapan serupa juga terjadi pada korban narkoba perempuan lainnya. Belinda pun menceritakan pengalaman temannya di Salatiga yang ditangkap dengan proses serupa dirinya.

"Mereka ditangkap dan harus melalui proses penangkapan seperti itu. Tidak disediakan petugas-petugas perempuan yang cukup untuk lakukan proses penangkapan, begitu," ujarnya.

"Kami juga butuh, nggak hanya pada proses penangkapan, juga proses hukum, tim penyelidik, kadang kita kan mau cerita suka nggak nyaman sama petugas laki-laki, karena mereka kecenderungannya meremehkan, terus apa ya, kecenderungan nyinyir dan segala macam. Mungkin kalau sesama perempuan akan lebih masuk," tegas Belinda.

Respons Komisi III DPR

Merespons cerita Belinda, Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh mengaku kaget. Di tengah pemaparannya, Belinda sempat berhenti dan diminta melanjutkan oleh Pangeran.

Pangeran menyebut cerita Belinda adalah masukan untuk pihaknya dalam menyusun revisi UU Narkotika.

"Kamu bisa buka aja, nggak apa, paling tidak ini jadi masukan buat kami dalam rangka menyusun perbaikan UU Narkotika ini ke depan. Silakan dibuka jangan sungkan," ujar Pangeran.

(cfd/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER