Aktivis lingkungan sekaligus konservasionis hutan Farwiza Farhan masuk dalam daftar 'TIME100 Next 2022'. Bahkan ia baru mengetahui terpilih sebagai sosok inspiratif dari koleganya yang mengirim pesan ucapan selamat.
Farwiza Farhan sebelumnya terkejut ketika mendapat email dari editor TIME soal nominasi TIME100 next 2022. Saat itu posisinya terbaring dengan sakit demam berdarah dan penurunan trombosit. Lalu ia meminta tolong kepada rekannya untuk mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan oleh TIME.
"Sejujurnya rasanya campur aduk ya, ketika dapat email dari Time karena mau masuk nominasi TIME100 next 2022, dan saya terkejut saat itu saya lagi terbaring di rumah sakit dalam keadaan DBD dan trombosit lagi turun-turunnya," kata Farwiza Farhan saat dijumpai CNNIndonesia.com, di Kantor Yayasan Hutan, Alam dan Kekayaan Aceh (HAkA) di Banda Aceh, Kamis (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah merampungkan data pekerjaan yang diminta TIME, Farwiza sempat berpikiran ini hanya sebatas nominasi dan tidak akan terpilih. Menurutnya masih banyak orang lain bahkan di Aceh maupun di Indonesia yang lebih inspiratif darinya.
"Dalam hati gak mungkinlah saya terpilih, siapalah saya ini, hanya orang biasa yang lahir dan besar di Banda Aceh, kayaknya bukan ranah saya hal-hal yang seperti dinginkan TIME," kata Farwiza Farhan yang akrab disapa Wiza.
Setelah mengetahui terpilih dan fotonya menjadi halaman cover majalah TIME, Wiza bahkan kaget dan seakan tidak percaya terkait hal itu. Menurutnya, penghargaan itu seharusnya diberikan ke mereka yang berpatroli tanpa mengenal hari libur demi menjaga kawasan hutan Leuser.
"Saya kaget ini beneran terjadi. Mau nangis rasanya, pokoknya tidak tahu bilang lagi, di sisi lain saya sangat menyadari dunia itu sangat tidak adil ya, hal-hal seperti penghargaan yang diberikan kepada saya yang dikerjakan oleh banyak orang, ada paradigma seolah-olah saya super hero padahal saya bukan super hero sama sekali," ucapnya.
Menurutnya penghargaan itu juga harusnya diberikan kepada lembaga di Aceh yang berjuang setiap hari untuk melindungi kawasan ekosistem hutan Leuser, mulai dari yang fokus advokasi, berjuang di pengadilan hingga yang setia berada di hutan dan kerap mendapat terror dan ancaman dari perambah hutan.
"Jadi ini ada rasa senang terharu, di sisi lain saya ingin mengingatkan bahwa ini bukan milik saya tapi milik kita semua. Ini milik begitu banyak laki-laki dan perempuan yang bekerja untuk melindungi kawasan Leuser yang mendapat ancaman setiap hari hingga mereka yang di terror oleh perambah," ucapnya.
Lihat Juga : |
Farwiza merupakan Ketua Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), organisasi nirlaba yang fokus pada konservasi, perlindungan, dan pemulihan ekosistem Leuser di Aceh.
Farwiza bekerja pada aspek kebijakan dan advokasi. Ia berfokus untuk meningkatkan akses dan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan dan mata pencaharian mereka.
Perempuan kelahiran Banda Aceh, 1 Mei 1986 ini menempuh pendidikan sarjana sains dengan studi biologi kelautan dari Universiti Sains Malaysia. Ia kemudian menempuh pendidikan Magister Manajemen Lingkungan di The University of Queensland, Australia, pada 2009-2010.
Lalu, Farwiza melanjutkan studi doktor Antropologi Budaya dan Studi Pembangunan Universitas Radboud sejak 2013 serta studi antropologi di Universitas Amsterdam dari 2016 sampai sekarang.
Farwiza telah meraih sejumlah penghargaan, yakni penghargaan National Geographic Wayfinder Award 2022, pemenang Pritzker Emerging Environmental Genius Award 2021, TED Fellow 2021, Future for Nature Award 2017, serta Whitley Award 2016.
(dra/isn)