Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai polemik kasus Enembe ini terjadi karena di luar faktor hukum, Enembe juga merupakan tokoh politik yang sentral di Papua.
Menurut Adi itulah yang membuat KPK dalam hal ini mencoba berhati-hati lantaran dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak di masyarakat wilayah Indonesia timur tersebut. Kendati demikian, ia juga menyoroti KPK yang tak langsung gerak cepat apabila memang memiliki bukti yang valid dan kuat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini antara kasus hukum dan politik tentu saja. Persoalan pak Enembe menjadi spesial karena menyangkut figur penting di Papua. Tapi menurut saya ketimbang mengimbau di media, ya saya kira negara punya instrumen kekuatan, kekuasaan, punya aparat-aparat, yang bisa digerakkan," ujar Adi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (29/9) malam.
Adi juga mengakui kasus yang menjerat Enembe ini pelik lantaran membuat sejumlah pihak 'turun tangan'. Mulai dari imbauan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko, dan sebelumnya Menko Polhukam Mahfud MD yang juga vokal terkait kasus ini.
Ia juga menilai semestinya Enembe sebagai kepala daerah memberikan contoh baik kepada masyarakat dengan memenuhi panggilan KPK. Dia merujuk pada pasal 112 KUHAP yang mengatur seseorang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka memiliki kewajiban hukum untuk menghadirinya.
"KPK gerak cepat mestinya, jadi harus segera diproses. Justru akan menjadi tanda tanya besar kalau sudah tersangka tapi belum ada proses pemanggilan, penjemputan," kata dia.
![]() |
Lebih lanjut, Adi juga mengomentari terkait dugaan politisasi Enembe. Ia menilai, jelas sebagai tokoh politik ada praktik politisasi dalam berbagai aspek.
Namun, namun terkait penetapan Enembe sebagai tersangka, menurutnya tipis kemungkinan sedangkal itu. Adi menilai KPK mungkin sudah memiliki bukti yang kuat sebelum menetapkan Enembe sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi tersebut.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini juga menilai upaya Partai Demokrat dalam memecat Enembe terbilang telat. Ia mengatakan seharusnya proses itu dilakukan setelah Enembe ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Namun demikian, ia mengapresiasi langkah AHY yang menurutnya sudah tepat dalam 'mengamputasi' Enembe.
Penetapan Enembe sebagai tersangka menurutnya berpeluang juga berimbas sentimen negatif ke Partai Demokrat, terutama di Papua. Kendati demikian, ia menilai hal itu tidak cukup untuk mempengaruhi elektabilitas partai.
Adi juga menanggapi isu di publik soal pejabat di pemerintahan yang seolah reaktif terhadap kasus Enembe sehingga menimbulkan anggapan 'menyerang' oposisi yakni Partai Demokrat. Menurutnya isu tersebut masih liar dan kerap terjadi apabila ada seorang tokoh politik yang terjerat dalam kasus hukum.
"Kalau tuduhannya dia oposisi lalu ditangkap ya mestinya banyak politisi oposisi yang menjadi tersangka, itu tidak make sense menurut saya, tidak rasional. Ya cukup menurut saya kasus ini hanya sebatas kasus korupsi dan melibatkan tokoh penting di Papua, makanya pelik," ujar Adi.