Anies, Ahok, dan Kisah Pasukan Oranye yang Dianggap Malas
Hujan baru saja berhenti Rabu (21/9) malam, aspal dan trotoar masih basah. Seorang pria dengan sepeda berhenti di depan toko pinggir jalan. Seragam oranye berkelir hitam yang dipakainya lusuh dan kotor.
Sapu lidi hingga serokan tercantol di bagian belakang sepeda. Botol air minum diselipkan di bagian depannya. Tak banyak yang dilakukan pria itu, ia hanya menunduk sambil mengutak-atik gawai.
"Mau laporan dulu di grup. Setiap selesai kerja harus laporan," kata pria bernama Endang itu.
Endang adalah Petugas PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum) atau yang kerap disebut sebagai Pasukan Oranye karena warna seragamnya.
Lihat Juga :JEJAK 5 TAHUN ANIES Jejak Anies Hapus Stigma Ayat dan Mayat Warisan Pilkada 2017 |
Jauh ke belakang, gagasan perekrutan PPSU pertama kali dicetuskan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Pada Mei 2015, ia menerbitkan Peraturan Gubernur No 169 Tahun 2015 tentang penanganan prasarana dan sarana umum tingkat kelurahan, dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.
Pergub itulah yang kemudian menjadi landasan dalam perekrutan PPSU di tingkat kelurahan. Adapun jumlahnya, dihitung berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah dan pertimbangan teknis sesuai kebutuhan. Sebanyak 40-70 petugas per kelurahan.
Berdasar Pergub DKI Nomor 7 Tahun 2017, beberapa tugas mereka antara lain pengurasan saluran, tali-tali dan mulut-mulut air yang mampet di jalan lingkungan, pembersihan timbunan sampah liar dan ceceran sampah.
Pasukan Oranye juga bertugas dalam penanganan pohon tumbang, pemangkasan ranting pohon, pembabatan rumput dan semak liar dan beberapa tugas lainnya.
Endang termasuk petugas pada awal masa pembentukan PPSU 2015 silam. Ia yang saat itu masih kerja serabutan, langsung mendaftar ketika tahu ada lowongan.
"Dulu perekrutannya tidak ada sistem. Kalau dulu dari RT/RW yang mau dipersilakan. Kebanyakan orang kan nggak mau karena geli, jijik, kita udah niat kerja mah apapun kita kerjain," kata Endang.
Ia bercerita di awal pembentukan PPSU, petugas bekerja masih tanpa seragam dan sepatu. Selain itu, pekerjaan pun masih dilakukan tanpa pembagian jam kerja setiap harinya.
Pada masa awal, semua petugas masuk kerja pada pagi hari, dan pulang pada sore hari. Kini, 57 petugas PPSU di kelurahannya dibagi menjadi dua shift dalam sehari.
Dalam sepekan, petugas mendapat jatah libur sehari.
"Dibagi dua shift, jam tujuh pagi sampai jam tiga sore, nah jam tiga sampai jam 11. Kerjanya dibagi per wilayah," kata dia.
Lihat Juga :JEJAK 5 TAHUN ANIES Nasib OK OCE dan Pengangguran DKI Usai Anies Pergi |
Ia mengatakan sejak awal bekerja pada 2015, petugas telah mendapat gaji setara UMR Jakarta. Dalam perjalanannya, petugas juga mendapat asuransi.
"Ada BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, itu sekitar dua tahun dari 2015," kata Endang.
Dengan gaji dan asuransi kesehatan yang didapat, menurutnya kini banyak orang yang mengantre untuk menjadi PPSU. Menurutnya, setiap tahun ada perekrutan PPSU baru di kelurahan.
"Karena (orang mikir) ah kerja begitu doang, gajinya segitu sih enak. Dulu kemana aja. Dulu giliran diajak susah enggak mau. Orang sekarang jadi PPSU itu susah, antre," katanya.