Kenapa PSSI dan Polisi Masih Cuci Tangan di Tragedi Kanjuruhan?
Sejumlah pihak menyentil sikap Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) hingga polisi yang dinilai masih cuci tangan atas tragedi Kanjuruhan, yang hingga kini telah menewaskan 132 korban jiwa.
Polisi dalam pernyataan terbaru melalui Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa gas air mata bukan penyebab jatuhnya korban jiwa di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema melawan Persebaya.
Mengutip para ahli, Dedi bilang tak ada satu pun korban jiwa di insiden tersebut yang meninggal karena gas air mata.
Sontak pernyataan Polri menuai kritik keras dari sejumlah pihak. Bahkan dibantah langsung oleh pemerintah lewat Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dan Komnas HAM lewat temuan terbaru.
Komnas HAM menyebut tembakan gas air mata menjadi faktor utama jatuhnya banyak korban tewas di Kanjuruhan.
"Pemicu dari jatuhnya banyak korban adalah gas air mata, termasuk yang ke tribun," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers, Rabu (12/10).
Anam menyebut hal tersebut terkonfirmasi melalui pelbagai temuan Komnas HAM terkait insiden tersebut. Termasuk bukti video krusial milik korban yang meninggal dunia dalam tragedi tersebut.
Anam menyebut usai gas air mata ditembakkan ke arah tribun, banyak dari suporter yang melemparkan sepatunya ke arah lapangan.
Hal itu, kata dia, dilakukan lantaran mereka panik ditembakkan gas air mata oleh aparat keamanan. Selain itu, sepatu juga sengaja dilemparkan sebagai penanda tidak kuat menghadapi gas air mata tersebut.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari ikut mengkritik pernyataan Polri soal penggunaan gas air mata dalam insiden Kanjuruhan. Menurut Tobas, sapaan akrabnya, Polri seharusnya mengakui bahwa gas air mata adalah penyebab tunggal jatuhnya korban jiwa dalam peristiwa itu.
"Sebaiknya Polri tidak perlu berdalih bahwa gas air mata bukan penyebab timbulnya korban karena sudah sangat terang dan jelas bahwa gas air mata memicu terjadinya kepanikan para penonton dan berakibat fatal," kata Tobas, Selasa (11/10).
Dia mengaku heran dengan sikap cuci tangan Polri soal penggunaan gas air mata. Padahal menurut dia tak sulit untuk mencari unsur pidana dalam kasus tersebut. Terutama, kata dia, karena penggunaan gas air mata jelas merupakan kesalahan prosedur yang dapat dimintai pertanggungjawaban.
Menurut Tobas, terlepas ada atau tidak aturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata di stadion, personel Polri yang diberi tanggung jawab mengendalikan massa harus memiliki pengetahuan standar tentang efek gas air mata.
Tobas menilai para personel pelaku di lapangan dapat dikenai pasal 359 KUHP atas dugaan kelalaian yang mengakibatkan kematian orang lain.
"Yang harus dimintakan pertanggungjawaban adalah personil yang melontarkan gas air mata dalam stadium, komandan yang memberikan perintah apabila terdapat perintah," katanya.
Sementara, sindiran keras terhadap PSSI bahkan dilayangkan langsung oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Dia terutama menyoroti sikap tiga lembaga masing-masing PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB), dan Indosiar yang saling menghindar soal kewenangan operasional lapangan.
Menurut Mahfud, aksi saling lempar tanggung jawab itu menunjukkan betapa kacau Liga Indonesia. Lalu sebetulnya siapa pihak yang harus bertanggung jawab lagi dalam insiden Kanjuruhan? Kenapa PSSI Luput?
Janggal PSSI Bisa Lolos Pidana
Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM (PBHI) Julius Ibrani merasa janggal PSSI bisa lolos dari jerat pidana insiden Kanjuruhan. Terlebih usai polisi sebelumnya telah menetapkan Direktur Utama PT LIB Ahmad Hadian Lukita sebagai tersangka.
Julius menyoroti rantai kewenangan dan prosedur dalam Liga Indonesia, yang menurut dia mestinya bisa menjadi acuan untuk mencari pihak paling bertanggung jawab dalam insiden tersebut.
Menurut Julius, PSSI merupakan satu-satunya pemegang izin penyelenggaraan liga di Indonesia. Tak hanya soal kompetisi, izin tersebut juga mencakup soal pertandingan, penggunaan stadion, hinggan penetapan klub. Menurut dia, semua izin tersebut tak bisa on behalf atau didelegasikan.
"Jadi penggunaan izin liga termasuk menyelenggarakan liga, pertandingan, penggunaan stadion, penetapan klub, itu semua tanggung jawab PSSI. Itu dulu. Kita ngomong sistem administrasinya," kata Julius kepada CNNIndonesia.com, Rabu (11/10).
Berlanjut ke halaman berikutnya...