SBY Ingatkan Negara Dunia Tidak Netral soal Perang Rusia-Ukraina
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan bahwa semua negara dunia, termasuk Indonesia, tidak boleh bersikap netral soal konflik Rusia dengan Ukraina.
Menurutnya, para pemimpin dunia harus mencegah konflik tersebut semakin memburuk hingga menjadi perang dunia III atau perang nuklir.
"Tidak boleh abstain, tidak boleh netral. Kita semua, para pemimpin dunia harus mencegah memburuknya situasi sampai pada ujung terjadinya perang dunia yang baru disertai dengan penggunaan senjata nuklir," kata SBY dalam Roundtable Discussio di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (13/10).
SBY menyinggung sikap beberapa pihak yang memilih tidak ingin memihak dalam konflik antara Rusia dan Ukraina. Menurutnya, hal itu mungkin bukan keputusan yang salah.
"Mungkin soal perang di Ukraina ada yang milih, 'Oh saya tak ikut-ikutan, saya ingin netral, saya tidak akan take side apakah pro Rusia atau pro Ukraina dan kemudian Barat', pilihan begitu mungkin tidak salah," ujarnya.
Namun, SBY mengingatkan situasi dan kondisi konflik antara Rusia dan Ukraina semakin memburuk dan berpotensi menjadi perang yang lebih besar.
"Perkembangan situasi di Ukraina semakin memburuk dan bisa berkembang ke perang besar jika tren terus meningkat, termasuk permusuhan Barat dan Rusia dan sekutunya yang semakin tajam dan mendalam, maka miskalkulasi dalam medan pertempuran setiap saat bisa terjadi," ujarnya.
Menurutnya, miskalkulasi dan insiden di lapangan baik di daratan, lautan, maupun udara bisa terjadi setiap saat. Hal itu, kata dia, merupakan cikal bakal perang dunia dan perang nuklir.
Lihat Juga : |
"Katakanlah situasi di Asia Timur, sama, dengan tension yang sangat tinggi. Miskalkulasi dan insiden di lapangan entah di daratan, lautan, atau udara setiap saat bisa terjadi dan itulah cikal bakal perang dunia dan perang nuklir yang sama-sama kita takutkan," kata SBY.
SBY meminta agar para pemimpin dunia tidak memandang remeh peristiwa tersebut. Pasalnya, sejarah menunjukan bahwa beberapa tahun sebelum terjadinya perang dunia II, berbagai pihak bersikap acuh dan perang besar pun terjadi.
"Kita tidak boleh underestimate. Sejarah menunjukkan, banyak kesalahan bagi siapa pun yang sering bersikap underestimate terhadap sesuatu. Dulu satu sampai dua tahun sebelum pecahnya perang dunia kedua sudah ada tanda-tanda tapi banyak yang underestimate. Terjadi juga," katanya.
(lna/tsa)