Komnas HAM mengungkapkan pengawas pertandingan (match commissioner) mengetahui aparat membawa membawa benda yang dilarang dalam aturan PSSI seperti gas air mata di Stadion Kanjuruhan. Namun mereka bingung karena tidak bisa melapor ke PSSI.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan pihaknya tengah mendalami hal itu. Sebab, usai pertandingan itu aparat menembakkan gas air mata ke para suporter dan berujung 133 orang tewas.
"Kita mendalami bagaimana ketika hari 'H' dia lihat kok ada teman-teman polisi yang membawa benda-benda dalam aturan PSSI itu dilarang," kata Anam di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (19/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komnas HAM telah memeriksa match commissioner kemarin. Anam menyebut dalam pemeriksaan itu pihaknya telah menanyakan alasan mereka tidak melaporkan kepada PSSI.
Anam menyampaikan bahawa mereka mengaku bingung kepada Komnas HAM. Sebab, tidak ada perangkat khusus yang menangani itu di PSSI. Anam pun menilai bahwa permasalahan aturan keamanan tersebut bersifat struktural.
"Dia juga bingung karena perangkatnya tidak ada untuk pelaporan itu. Jadi problemnya memang struktural dan mendasar," ucapnya.
Ditambah, dalam perjanjian kerja sama (PKS) antara PSSK dengan kepolisian memungkinkan penggunaan gas air mata.
PSSI berkedudukan sebagai pihak penginisiasi. Namun, dalam PKS itu tidak ada klausul larangan masuknya gas air mata ke stadion. Padahal, hal itu dilarang FIFA dalam statuta mereka.
"Kita memang fokus soal PKS antara PSSI dan kepolisian. Yang paling pokoknya adalah yang menginisiasi itu adalah PSSI," ujar dia.
"Walaupun inisiatifnya dari PSSI ini, itu memungkinkan perangkat-perangkat yang dilarang oleh FIFA masuk ke dalam stadion, dalam pertandingan sepak bola, termasuk gas air mata dan sebagainya itu," imbuhnya.
Diketahui, 132 orang meninggal dunia dan lebih dari 500 orang luka-luka dalam tragedi itu.
Polisi membantah bahwa tragedi itu imbas aparat yang menyemprotkan gas air mata usai Liga 1 Arema FC Vs Persebaya berlangsung. Namun, Komnas HAM dan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) berkata sebaliknya.
Komnas HAM dan TGIPF sepakat bahwa gas air mata memicu orang berdesak desakan keluar, mata merah, sesak nafas sampai meregang nyawa.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan enam orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT LIB Ahkmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno.
Ketiganya dikenakan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 130 ayat 1 Jo Pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2022.
Kemudian tiga tersangka lain, yaitu Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, serta Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman. Mereka dikenakan dengan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP.