Terkait cawapres pendamping Anies, Kunto mempunyai saran agar posisi tersebut diisi oleh tokoh yang mempunyai basis kuat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebab, menurut Kunto, dua provinsi itu mempunyai pemilih yang besar.
Terlebih, menurut dia, Anies sudah mempunyai basis pemilih yang kuat di DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Sumatera Barat.
"Kalau Pak Anies enggak punya basis di Jawa Tengah-Jawa Timur kan repot tuh untuk Pilpres. Sedangkan saya enggak melihat PKS dan Demokrat punya basis di situ, NasDem walaupun ada tapi enggak kuat," kata Kunto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"So, menurut saya, kalau pengin menang ya harus punya cawapres yang memang punya basis kuat di Jawa Tengah dan Jawa Timur," sambungnya.
Kunto pun menyatakan sosok cawapres itu tak harus dari partai politik. Menurutnya, saat ini pemilih lebih mudah mengasosiasikan diri ke tokoh dibandingkan ke partai.
Sementara itu, Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah mengatakan hubungan Partai NasDem, Demokrat dan PKS mempunyai peluang untuk bertahan terkait dengan kerja sama menyongsong pesta demokrasi dua tahun mendatang.
Apalagi, menurut Dedi, Partai Demokrat dan PKS tak punya pilihan lain selain bergabung dengan NasDem yang telah mendeklarasikan Anies sebagai capres.
"Peluang koalisi lebih mungkin dibanding pecah di tengah jalan, hal ini mengingat Demokrat dan PKS tidak punya pilihan lain jika ingin ikut kontestasi selain bersama NasDem dengan capres Anies Baswedan, kecuali PKS dan Demokrat tidak ikut dalam kontestasi," ujar Dedi kepada CNNIndonesia.com.
Dedi menyoroti pertemuan tim kecil perwakilan Partai NasDem, Demokrat dan PKS di mana Anies dan AHY terlibat langsung di dalamnya. Menurut dia, pertemuan itu lumrah karena posisi cawapres merupakan keputusan penting yang akan menentukan kemenangan.
Dia memandang sangat sulit menentukan sosok cawapres berasal dari internal ketiga partai politik tersebut. Bagi Anies, terang Dedi, sosok cawapres harus tokoh yang secara politik tidak sama capres. Sementara AHY ataupun kader PKS, Dedi menilai, besar kemungkinan mempunyai kesamaan dengan Anies.
"Artinya, apa yang dimiliki PKS dan Demokrat sudah ada pada Anies. Situasi inilah yang membuat koalisi sulit tentukan cawapres dari kader masing-masing," imbuhnya.
Untuk memenangkan koalisi, Dedi mengatakan Partai Demokrat dan PKS harus berbesar hati dengan menerima tokoh di luar partai politik untuk menjadi cawapres pendamping Anies. Ia menyebut nama Panglima TNI Andika Perkasa.
"Andika jelas tokoh yang mampu membangun jaringan pemilih dalam waktu singkat, terlebih ia panglima militer. Paduan Anies sebagai sipil intelektual cum religius nasionalis bertemu dengan militer, cukup menarik," ucap Dedi.
Ia menegaskan penentuan cawapres pendamping Anies bakal mempengaruhi kemenangan koalisi di Pilpres mendatang. Karena itu, Dedi menilai, Demokrat dan PKS pada akhirnya akan dipaksa menerima keputusan mengambil cawapres di luar kader parpol.
"Tentu paksaan ini pada dasarnya untuk kebaikan semua mitra koalisi," kata dia.
(ryn/tsa)