KontraS Sebut Proses Pengadilan HAM Paniai Hanya Formalitas Semata

CNN Indonesia
Rabu, 16 Nov 2022 01:00 WIB
KontraS memiliki sejumlah indikator menilai proses pengadilan HAM Paniai yang berlangsung di Makassar hanya formalitas semata, salah satunya tuntutan minimun.
Suasana salah satu agenda sidang kasus HAM Paniai di PN Makassar. (CNN Indonesia/Ilham)
Makassar, CNN Indonesia --

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai persidangan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Paniai, Papua yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Makassar menilai persidangan tersebut hanyalah sebuah formalitas semata saja.

Sidang pelanggaran HAM tersebut yang mendudukkan satu orang terdakwa yakni, Mayor Inf (Purn) Isak Sattu. Pada agenda sidang itu Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan tuntutannya terhadap terdakwa dengan tuntutan pidana penjara selama 10 tahun.

"Kami masih mengamini bahwa pengadilan HAM atas peristiwa Paniai 2014 hanyalah formalitas semata, karena di tiap prosesnya masih jauh dari kata keadilan dan tidak adanya penegakan hukum bagi masyarakat sipil khususnya orang asli Papua selama dua dekade," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Tioria Pretty Stephanie, Selasa (15/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlebih kata Pretty bahwa dalam agenda pemeriksaan saksi, korban dan saksi dari kalangan masyarakat sipil minim dilibatkan dalam prosesnya.

"Makanya, tak heran jika narasi yang timbul selama proses persidangan adalah narasi yang dibangun oleh TNI Polri," ujarnya.

Dari pembacaan sejumlah catatan atas berbagai kesaksian yang sangat didominasi oleh unsur TNI Polri ini, kata Pretty, jaksa kemudian menuntut terdakwa dengan hukuman pidana 10 tahun.

"Jaksa yakin terdakwa bersalah atas kedua pasal yang dikenakan yakni kejahatan kemanusiaan berupa pembunuhan dan penganiayaan dengan juga penggunaan unsur rantai komando," tuturnya.

Menurut Pretty hukuman pidana 10 tahun merupakan pidana paling singkat bagi tiap pelaku yang memenuhi unsur pasal 36 dan 40 UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM atas jenis kejahatan kemanusiaan yang dilakukan.

"Meski JPU panjang lebar menguraikan tentang kronologis hingga bentuk-bentuk kesalahan terdakwa yang utamanya dianggap gagal berkoordinasi dengan pejabat yang punya kewenangan lebih tinggi guna mencegah peristiwa terjadi, JPU dengan sejumlah poin yang meringankan hanya menuntut terdakwa dengan ancaman pidana minimal," jelasnya.

Saat memberikan tuntutan, jaksa menilai dua dakwaan yakni pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b juncto pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a, pasal 37 Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

(mir/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER