Perjalanan Kekerasan Seksual Bechi Anak Kiai Jombang hingga Pengadilan
Anak Kiai Jombang yang menjadi terdakwa kasus pencabulan santriwati Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi dituntut dengan pidana penjara selama 16 tahun.
Bechi dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 285 KUHP juncto Pasal 65 KUHP oleh jaksa penuntut umum.
"Pasal 285 KUHP juncto pasal 65 KUHP. Kami menuntut dengan ancaman maksimal 16 tahun," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (10/10).
Sidang vonis atas Bechi pun akan digelar di PN Surabaya mulai pukul 09.00 WIB, Kamis (17/11).
Sebagaimana diketahui, Bechi dilaporkan ke polisi pada 29 Oktober 2019 oleh korban berinisial NA, salah seorang santri perempuan asal Jawa Tengah, atas kasus dugaan pencabulan.
Selama proses penyidikan, Bechi tak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik Polres Jombang. Kendati demikian, ia telah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2019.
Kemudian, sejak Januari 2020, Polda Jawa Timur (Jatim) pun mengambil alih kasus tersebut. Namun, Bechi tetap tak memenuhi panggilan pemeriksaan polisi.
Kasus ini pun berlarut-larut bahkan hingga tiga kali pergantian kepemimpinan Kapolda Jatim. Polisi juga sudah menerbitkan status buronan alias masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk Bechi.
Penangkapan anak kiai ternama di Jombang itu akhirnya berhasil dilakukan setelah drama panjang upaya penjemputan paksa oleh pihak kepolisian pada Kamis, 7 Juli 2022. Ratusan personel Brimob sempat mengepung Pondok Pesantren Shiddiqiyyah selama 15 jam sebelum Bechi akhirnya bersedia menyerahkan diri.
Usai menyerahkan diri, Bechi langsung dibawa ke Mapolda Jatim di Surabaya untuk menjalani identifikasi identitas dan pemeriksaan.
Selama proses tersebut, 320 simpatisan anak kiai turut dicokok polisi lantaran mencoba menghalang-halangi proses jemput paksa tersangka pencabulan itu.
Sehari setelah ditangkap, polisi melimpahkan kasus pencabulan tersebut ke tahap dua alias P21 ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Kini Bechi mendekam di Rutan Klas I Surabaya, Medaeng, Sidoarjo selama proses persidangan.