Akmal Malik Bertekad Optimalkan Food Estate di Sulbar
Pj Gubernur Sulawesi Barat Akmal Malik menyatakan bahwa dibutuhkan fasilitas penyimpanan atau cold storage guna mendukung pembangunan kawasan hortikultura secara terpadu (food estate) di sejumlah kabupaten Sulbar.
Memiliki luas 200 hektare, keberadaan kawasan tersebut bertujuan sebagai antisipasi krisis pangan, pengendalian inflasi, serta proyeksi kebutuhan pangan Ibu Kota Negara (IKN) di masa mendatang.
Akmal mengatakan, program food estate nantinya akan menghasilkan panen yang melimpah hingga ribuan ton komoditi hortikultura. Untuk itu, dibutuhkan fasilitas penyimpanan (cold storage) untuk memperpanjang daya simpan komoditi.
"Kita membutuhkan fasilitas berupa cold storage yang lengkap beserta sarana dan prasarananya. Kalau kita punya cold storage di masing-masing daerah, maka komoditi bisa kita tahan lalu didistribusikan," kata Akmal pada acara Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Graha Sande Lt.2 (Ex Gedung PKK), Kamis (24/11).
Akmal mengungkapkan, kondisi surplus beras yang dialami Sulawesi Barat jadi lebih dinikmati oleh pemasok kebutuhan industri ataupun pasar (offtaker) dari luar. Beras asal Sulawesi Barat akan diambil oleh offtaker untuk dijadikan produk dagang untuk didistribusikan kembali ke provinsi ke-33 itu.
"Kita memang menyadari ada persoalan rantai distribusi yang selama ini harus kita benahi kembali. Jadi biasanya produksi kita diambil oleh offtaker dari Sulawesi Selatan baru balik lagi kesini. Saya katakan rantai distribusinya agak terlalu panjang," jelas Akmal.
Saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulbar giat mengajak offtaker untuk mengambil produksi beras petani lokal untuk didistribusikan langsung di Sulbar. Ke depannya, Akmal menegaskan tak mau lagi produksi beras petani lokal diambil offtaker luar dan dipasarkan kembali ke Sulbar.
Namun, dia juga mengakui bahwa pemetaan kebutuhan beras masih harus dibenahi.
"Pentingnya kita punya gudang, kalau kita punya gudang di masing-masing daerah saya pikir produksi-produksi yang ada di Polman dan Mamuju bisa kita tahan di lokasi, kita distribusikan untuk kebutuhan lokal dan sisanya kita bawa ke luar daerah," kata Akmal.
Lebih lanjut Akmal pun mengingatkan agar seluruh pihak berkolaborasi, sehingga produksi beras lokal tidak semata-mata didominasi offtaker dari luar. Dia menyatakan, saat ini banyak petani lokal yang mendapatkan modal awal dari offtaker luar agar produksi mereka tidak dijual ke offtaker lain.
"Tidak mudah memang, karena faktanya banyak petani kita sudah mendapatkan modal awal dari offtaker. Tetapi bagi kita harus berusaha agar ada offtaker lokal yang berani membuat kebijakan yang berbeda," kata Akmal.
(rea)