Polri Diminta Usut Kasus Suap Tambang Ilegal Kaltim Lewat LHP Propam

CNN Indonesia
Selasa, 06 Des 2022 01:58 WIB
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto memberikan keterangan pada wartawan di Jakarta, Rabu, 28 April 2021. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Institute for Security and Strategic Studies ISESS mendesak agar kasus dugaan suap tambang ilegal yang menyeret Kabareskrim Komjen Agus Andrianto di Kalimantan Timur diusut melalui Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Propam Polri.

Pengamat kepolisian dari ISESS Bambang Rukminto menilai hal itu diperlukan agar pengusutan kasus dugaan suap tersebut dapat lebih cepat terungkap.

Bambang juga mengkritik langkah Polri yang justru lebih memilih mencari Ismail Bolong ketimbang berfokus pada LHP dari Propam. Pasalnya, kata dia, LHP yang diterbitkan Propam itu merupakan bukti formil penyelidikan yang telah dilakukan Polri dalam kasus itu.

"Klarifikasi soal suratnya tanggal 7 April 2022, tekankan saja pada klarifikasi itu, mulai dari situ jangan lepas dari surat Kadiv Propam karena itu bukti formil," ujarnya ketika dikonfirmasi, Senin (5/12).

Karenanya, ia menilai langkah yang diambil Polri dalam kasus ini cenderung lamban dan tidak serius. Mengingat sebelum pengakuan Ismail Bolong viral ke publik, LHP Propam sudah lebih dahulu terbit.

Menurutnya, kesulitan Polri dalam mengungkap kasus suap tambang ilegal tersebut salah satunya dikarenakan adanya konflik kepentingan dalam internal Polri.

"Saling ada kepentingan, konflik kepentingan pasti," ucapnya.

Di sisi lain, Bambang juga mengkritik langkah Polri yang tak kunjung membeberkan hasil pemeriksaan kasus dugaan tambang ilegal terhadap keluarga Ismail Bolong.

Padahal menurutnya Polri harus segera mengungkap kasus ini agar tidak menimbulkan kecurigaan. Mengingat kasus ini telah menjadi perhatian publik.

"Harus segera diungkap, nanti menimbulkan kecurigaan-kecurigaan, asumsi-asumsi kemana-mana kan," tuturnya.

"Di era keterbukaan seperti saat ini, dan seperti komitmen Kapolri soal transparansi dan segera dibuka dan ya tidak sesuai dengan, kalau ditutupi ya tidak sesuai dengan semangat transparansi dan berkeadilan," sambungnya.

Ismail menjadi perbincangan usai mengaku pernah menyerahkan uang hasil kegiatan tambang ilegal di Kaltim senilai Rp6 miliar kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim.

Namun, beberapa waktu setelahnya, Ismail justru menyampaikan permintaan maaf kepada Agus. Ia mengaku pernyataan awalnya dibuat di bawah tekanan Brigjen Hendra Kurniawan yang kala itu masih menjabat sebagai Karopaminal Polri.

Brigjen Hendra Kurniawan telah mengamini adanya dugaan keterlibatan Agus dalam tambang ilegal di Kaltim. Agus disebut menerima setoran sebagai uang koordinasi.

Penerimaan setoran uang koordinasi itu berdasarkan laporan hasil penyelidikan (LHP) dengan nomor R/ND-137/III/WAS.2.4/2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 yang dilaporkan Hendra ke mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo.

Lalu, LHP dengan R/1253/IV/WAS.2.4/2022/DivPropam tertanggal 7 April 2022 yang dilaporkan Ferdy Sambo ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Terkait dugaan suap tambang ilegal ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa pihaknya mesti memiliki alat bukti. Karenanya, pemeriksaan terhadap Ismail perlu untuk dilakukan.

"Tentunya kita mulai dari Ismail bolong dulu, nanti dari sana lalu kita periksa. Karena kan proses pidana pasti harus ada alat buktinya," kata Sigit di Gelora Bung Karno, Sabtu (26/11).

(tfq/pmg)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK