Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan Indonesia telah 104 tahun menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) milik Belanda atau sejak 1918.
Hal itu disampaikan Yasonna saat memberi sambutan usai pengesahan RKUHP menjadi UU di Paripurna DPR, Selasa (6/12). Menurut Yasonna, masyarakat patut berbangga karena Indonesia akhirnya memiliki KUHP sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita patut berbangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain. Jika dihitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sudah 104 tahun sampai saat ini," ucap Yasonna di hadapan peserta rapat.
Menurutnya, RKUHP yang kini telah disahkan telah dirumuskan pemerintah RI sejak 1963. Yasonna menyebut perjalanan pengesahan RKUHP selama ini tak selalu berjalan baik.
Ia mengakui sejumlah pasal dalam RKUHP banyak mendapat kritik publik, seperti pasal penghinaan presiden, kohabitasi atau kumpul kebo, santet, hingga penyebaran ajaran Marxisme.
Namun, politikus PDIP itu meyakinkan pemerintah dan DPR telah memperbaiki sejumlah pasal tersebut. Dia tak menampik sejumlah pihak yang masih menolak RKUHP. Namun, dia menyadari RKUHP tak bakal disetujui 100 persen.
Karena itu, ia mempersilakan masyarakat untuk melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) bagi masyarakat yang masih menolak.
"RKUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK," katanya.
Dalam Paripurna ke-11 masa sidang II tahun 2022-2023, semua fraksi menyetujui pengesahan RKUHP menjadi UU. Hanya PKS yang sempat memberi catatan terhadap pasal penghinaan presiden da pemerintah.
Sementara, Yasonna menyampaikan usai resmi menjadi UU, RKUHP akan resmi efektif sebagai UU setelah tiga tahun. Pemerintah kini masih harus menyusun aturan turunan lain dari UU tersebut.
(thr/fra)