Wakil Ketua III DPD, Sultan Bachtiar Najamudin, mengakui bahwa ada isu penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 di lembaganya. Namun, kata dia isu itu baru menjadi wacana, belum pernah dibahas secara resmi.
"Ide tentang apakah penundaan pemilu itu di lembaga kita belum dibahas. Itu lebih ke statement dan wacana," kata Sultan kepada CNN Indonesia TV, Senin (12/12) malam WIB.
Begitu pun, kata dia, dengan wacana amandemen konstitusi UUD 1945. Dia mengakui memang ada wacana untuk mengembalikan UUD 1945 kepada naskah semula. Namun, hal tersebut lagi-lagi baru wacana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, menurut penilaian Sultan, amandemen UUD 1945 bukan wacana yang buruk. Sebab, klaim dia, banyak hal yang seharusnya diubah menyesuaikan keadaan saat ini.
"Kalau wacana mengembalikan ke UUD 1945 sepertinya teman-teman sudah ketahui paling banyak diinisiasi statement pak ketua (Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet)," ucap dia.
"Dan bagi kami itu bukan sesuatu yang buruk atau sesuatu yang tidak perlu dibahas. Toh ini demokrasi semua punya untuk (hak bicara). Malah kita senang makin banyak gagasan," imbuhnya.
Sultan menjelaskan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri dari anggota DPD sebanyak 136 orang dan DPR sebanyak 575 anggota. Menurut dia,setiap anggota punya hak suara, termasuk pimpinan.
Dia menyebut, DPD menolak adanya perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Namun, ketika ditanya terkait penundaan pemilu, Sultan tak menjawab tegas sikap lembaganya. Dia hanya mengatakan bahwa semua keputusan diambil secara bersama-sama.
"Tapi memang ada mekanisme internal dalam mengambil keputusan. Bahwa ada statemen yang memang sensitif, dan memang jadi pokok bahasan luas beberapa minggu ini terkait statemen ketua," ujarnya.
Diketahui, Bamsoet sempat menggaungkan wacana amendemen UUD 1945 dan mendapatkan respons positif dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Tahunan MPR pada 16 Agustus 2021.
Namun, wacana itu mendapatkan sorotan tajam publik, karena diduga akan mengubah masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode.
"Akan ada potensi bola salju kepentingan di mana bola salju itu menggelinding dan membesar dan itu bisa masuk ke kepentingan kepentingan politik jangka pendek yang tidak baik bagi ketatanegaraan bagi kita. Seperti isu periode ketiga, pemilihan presiden melalui MPR," ucap pakar hukum tata negara Fery Amsari kepada CNNIndonesia.com.
Terbaru,Bamsoet kembali menyinggung wacana perpanjangan masa jabatan presiden saat menanggapi hasil survei yang dirilis Poltracking Indonesia pada hari ini, Kamis (8/12).Hasil survei tersebut, tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin adalah 73,2 persen.
Dengan hasil itu, Bamsoet meminta Poltracking Indonesia juga melakukan analisis lebih jauh terkait korelasi kepuasan masyarakat dengan keinginan perpanjangan masa jabatan Jokowi.
"Apakah kepuasan ini ada korelasinya dengan keinginan masyarakat terhadap beliau tetap memimpin kita melawati masa transisi ini?" kata Bamsoet dalam diskusi Proyeksi Ekonomi Politik Nasional, Catatan Tahun Kinerja Pemerintahan Jokowi-Maruf.
(yla/wiw)