Satu hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam memutus perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dengan terdakwa Lin Che Wei.
Hakim anggota Muhammad Agus Salim menyampaikan sembilan poin pertimbangan hukum dalam pendapatnya.
Pertama, dia mengatakan fakta persidangan telah menunjukkan Lin Che Wei tidak pernah melakukan pengurusan persetujuan ekspor yang diajukan perusahaan sawit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdakwa [Lin Che Wei] tidak pernah memiliki perjanjian kerja sama dengan pelaku pihak usaha mana pun berkaitan dengan pengurusan atau penerbitan persetujuan ekspor," ujar hakim Muhammad di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/1).
Pertimbangan kedua, hakim Muhammad menilai Lin Che Wei tidak memperoleh keuntungan pribadi atas perannya dalam menangani masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
Setidaknya hal itu dibuktikan oleh keterangan sejumlah saksi termasuk mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mantan Mendag M. Lutfi.
Lin Che Wei disebut terbukti tidak pernah menggunakan jabatannya sebagai Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI untuk bertindak seolah-olah pejabat yang mempunyai otoritas dalam menentukan persetujuan ekspor minyak sawit mentah/CPO dan produk turunannya.
Hakim Muhammad berpendapat peran Lin Che Wei dalam penanganan kelangkaan minyak goreng adalah pasif. Ini merupakan pertimbangan keempat.
"Pada umumnya berbuat setelah ada permintaan dari Mendag M. Lutfi," ucap dia.
"Kalaupun pernah menginisiasi zoom meeting dengan pelaku usaha, hal itu merupakan perintah atau diminta oleh Mendag M. Lutfi tentang komitmen pladge pelaku usaha. Dan dalam jabatannya selaku Mendag, M. Lutfi menyampaikan komitmen dan tanggung jawabnya terhadap kelangkaan minyak goreng," imbuhnya.
Terlebih, zoom meeting yang diikuti Lin Che Wei semuanya terbuka alias tidak ada yang ditutup-tutupi.
Pertimbangan keenam, Lin Che Wei dilibatkan dalam pembahasan kelangkaan minyak goreng yang dilakukan oleh M. Lutfi hanya sebatas pada menyampaikan kajian analisis serta usulan dan saran terhadap pemerintah.
Menurut hakim Muhammad, hal tersebut tidak mengikat atau tidak dalam kajian yang menentukan untuk dilaksanakan.
"Artinya, kajian dan atau saran usulan terdakwa Lin Che Wei adalah bukan keputusan dari pejabat kekuasaan umum yang berwenang dan karenanya kajian dan saran atau usulan terdakwa Lin Che Wei adalah sifatnya tidak final, tidak mengikat dan tidak executable," kata dia.
Karena itu, lanjut dia, Lin Che Wei bukan merupakan pihak yang menentukan menerima persetujuan ekspor dengan atau tanpa melakukan verifikasi guna memastikan apakah realisasi minyak goreng ke dalam negeri telah sesuai dengan syarat-syarat persetujuan ekspor CPO dan turunannya.
Pihak yang berwenang dalam menentukan persetujuan ekspor sesuai Sistem Informasi Regulasi Teknis dan Persyaratan Mutu (Inatrims) adalah Indrasari Wisnu Wardhana yang ketika itu menjabat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI.
"Dengan demikian, maka lampiran permohonan persetujuan ekspor berupa distribusi kebutuhan dalam negeri dalam hal ini DMO atau Domestik Market Obligation yang isinya sesuai atau tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, terdakwa tidak mengetahui sama sekali karena tidak ada sangkut pautnya dengan peran terdakwa sebagai mitra diskusi Mendag RI," ucap hakim Muhammad.
Pertimbangan ketujuh, rekomendasi Lin Che Wei terkait DMO kurang dari 20 persen tidak mempunyai daya mengikat. Rekomendasi itu dinilai tidak mengandung perbuatan melawan hukum baik formil maupun materil serta tidak menyalahgunakan wewenang.
Hakim Muhammad mengatakan Lin Che Wei bukan pejabat yang memiliki kekuasaan umum serta tidak menerima honor dan insentif dari pemerintah dalam membantu mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
Atas dasar itu, tidak tepat menyamakan derajat Lin Che Wei dengan pejabat negara yang mempunyai wewenang.
"Oleh karena perbuatan terdakwa tidak mempunyai kualifikasi sebagai perbuatan yang mengandung kesalahan dan terjadinya kesalahan sebab atau kausa sebagaimana dijelaskan dalam poin tujuh di atas, maka dengan demikian penyalahgunaan wewenang pun tidak terbukti dilakukan terdakwa," tuturnya.
"Demikian pula sebagai swasta terdakwa tidak pernah menggunakan kesempatan atau sarana yang ada terkait dengan jabatan kedudukannya sebagai founder IRAI sebagaimana diuraikan penuntut umum dalam tuntutannya," imbuhnya.
Terakhir, hakim Muhammad menilai peran Lin Che Wei tidak dapat dikualifikasikan sebagai pelaku turut serta vide Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, yakni unsur yang terlibat kerja sama secara sadar dengan pelaku tindak pidana.
Lin Che Wei dinilai tidak mempunyai sikap batin serta kepentingan dan tujuan yang sama dengan pelaku tindak pidana.
Dalam kasus ini, Lin Che Wei divonis dengan pidana satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan Lin Che Wei dihukum dengan delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Tindak pidana itu dilakukan Lin Che Wei bersama-sama dengan Indrasari Wisnu; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.
(ryn/tsa)