Dalam pidato politik pada puncak HUT ke-50 PDIP itu, Megawati menyinggung jasa-jasa proklamator RI sekaligus ayahnya, Sukarno atau Bung Karno.
Cerita yang membanggakan soal Presiden pertama RI itu diawali ketika Mega mengungkapkan alasan dirinya mau bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di masa Orde Baru (Orba) pada 1970-an silam. Faktor utama, kata dia, karena di dalam PDIP itu terdapat unsur Partai Nasional Indonesia (PNI) besutan Sukarno.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada masa Orba, jumlah partai yang banyak di Indonesia digabungkan atau fusi pada 1973 hingga hanya ada tiga yakni Golkar, PPP, dan PDI. Fusi partai pada 1973 itu adalah keputusan Presiden kedua RI yang juga penguasa Orba dengan dalih menciptakan stabilitas politik kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Ketika saya diminta saya mikir apa ya fusi namanya PDI, terus saya liat oh disitu ada PNI itu didirikan oleh ayah saya, pemimpin saya, Bung Karno pada 4 Juni 1927. Jadi, itu harus tertanam di sini, kalau kalian adalah PDIP," kata Megawati dalam pidatonya.
Mega lalu mengulas kembali jasa Bung Karno di masa perjuangan hingga kemerdekaan Indonesia. Megawati mengatakan perjuangan Bung Karno tidak mudah, karena harus keluar masuk penjara dan diasingkan demi mengajarkan rakyat mengorganisasi diri guna mencapai Indonesia merdeka.
"Pada waktu itu jangan dipikir enak, masih dijajah sehingga koneskuensinya tidak ringan, Bung Karno harus keluar masuk penjara dan beberapa kali dibuang dari rakyat dan sanak keluarganya demi karena berkeinginan nusantara itu dimerdekakan untuk bentuk suatu negara yang sekarang dberi nama Indonesia," kata Megawati yang juga dikenal sebagai Presiden kelima RI itu.
Selain itu, ia juga menyinggung isi pidato Bung Karno pada 17 Agustus 1964 atau yang dikenal TAVIP. Pada pidato tersebut, kata dia, Bung Karno yang juga dikenal publik dengan julukan Bung Besar menyampaikan cita-citanya atas dunia baru tanpa eksploitasi dari manusia ke manusia yang lainnya.
"Saya pernah cerita, Bung Karno dengan luar biasa menggelegar: 'Kita jangan mau dihisap antar manusia dengan manusia', begitu. Terus, beliau bilangnya dengan fasih 'explotation l'homme par l'homme' artinya 'manusia itu dieskploitasi dengan manusia lain'," tutur Mega.