Eks Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp6,9 miliar dan Sin$10 ribu dalam perkara suap Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) jalur SMMPTN) dan jalur SBMPTN di kampus negeri tersebut.
"Penerimaan uang oleh terdakwa Karomani, seluruhnya Rp6,9 miliar lebih dan 10 ribu dolar Singapura. Terdakwa sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau penyelenggara negara, tidak pernah melaporkan ke KPK mengenai adanya pemberian uang dalam tenggang waktu 30 hari kerja sejak diterima sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang. Padahal dalam penerimaan uang itu, tanpa hak yang sah," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Agung Satrio Wibowo dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Tanjungkarang, Kota Bandarlampung, Selasa (10/1).
Dalam dakwaan disebutkan Karomani selaku Rektor Unila terhitung sejak tahun 2020 hingga 2022, disebut memiliki kewenangan menentukan status untuk meloloskan para calon mahasiswa baru Unila.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa mendakwakan seluruh uang yang totalnya miliaran rupiah tersebut diterima terdakwa dari orangtua atau keluarga yang menitipkan calon mahasiswa masuk Unila.
Terdakwa Karomani, tidak hanya menerima suap dari para calon mahasiswa baru Unila melalui jalur mandiri (SMMPTN) saja, melainkan juga menerima suap melalui jalur Seleksi Bersama Masuk PerguruanTinggi Negeri (SBMPTN) atau jalur reguler.
Pada dakwaan itu disebutkan, terdakwa Karomani meluluskan enam orang calon mahasiswa baru melalui jalur SBMPTN dan 11 calon mahasiswa baru melalui jalur SMMPTN.
Ia melakukan hal itu setelah menerima permintaan titipan dan sejumlah uang untuk memasukkan nama-nama tersebut dengan status diluluskan di dalam sistem penerimaan mahasiswa baru.
"Terdakwa Karomani selaku Rektor memiliki kewenangan untuk menentukan status kelulusan para calon mahasiswa baru Unila Tahun 2022. Terdakwa meminta kepada Heryandi, Asep Sukohar, Budi Sutomo dan Mualimin, jika ada calon mahasiswa baru yang ingin diloloskan, dan bersedia memberikan imbalan sejumlah uang, maka harus melaporkan kepada terdakwa Karomani dan Heryandi," kata jaksa dalam sidang.
Jaksa lainnya dalam pembacaan dakwaan itu, Mahmud Afrizal mengatakan terdakwa mendapat total sekitar Rp10 miliar itu dalam berbagai bentuk yakni uang tunai, perhiasan, hingga bangunan. Gratifikasi itu diduga didapat dari sekitar belasan calon mahasiswa baru Unila titipan.
"Total Rp10 miliar lebih, itu sekitar 17 orangtua calon mahasiswa yang suap. Tapi beda lagi dengan gratifikasi di luar itu," kata dia.
Dalam persidangan, terdakwa Karomani didakwa dengan Pasal 11 Juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, dia didakwa juga dengan Pasal 12 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Agenda sidang selanjutnya adalah pada Rabu (17/1) mendatang yakni pemanggilan saksi-saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Terkait saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan tersebut, kemungkinan besar pejabat daerah, pengusaha hingga anggota DPR.
"Apa yang sudah dipanggil oleh KPK, kemungkinan besar akan kita hadirkan di persidangan. Kita akan lihat dulu daftarnya, baru akan kita hadirkan pada sidang pekan depan," kata jaksa.
![]() |
Selain Karomani, dalam perkara yang sama, Jaksa KPK pun membacakan dakwaan untuk Heryandi eks Wakil Rektor (Warek) 1 Unila dan Muhammad Basri eks Ketua Senat Unila.
Heryadi dan Basri didakwa menerima suap masing-masing sebesar Rp300 juta dan Rp150 juta dari total Rp3,4 miliar hasil dari Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) jalur mandiri SBMPTN dan SMMPTN Unila.
Jaksa KPK mengatakan terdakwa Heryandi dan Muhammad Basri serta beberapa orang lainnya ikut berperan sebagai pengumpul dana dari para orang tua calon mahasiswa yang menginginkan anaknya lolos dalam selseksi Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) jalur mandiri SBMPTN dan SMMPTN Unila tahun 2022.
"Yang kemudian, dana itu disetorkan kepada terdakwa Karomani selaku Rektor yang memiliki akses untuk meloloskan para calon mahasiswa baru Unila," kata jaksa di persidangan.
JPU KPK menyebutkan, dari total uang Rp3,4 miliar itu, terdakwa Heryandi menerima Rp300 juta dan terdakwa Muhammad Basri menerima Rp150 juta. Kemudian uang sebesar Rp330 juta, diberikan juga kepada Helmy Fitriawan, selaku Dekan Fakultas Teknik dan sekaligus sebagai Ketua Tim Panitia PMB Unila 2022.
"Helmy Fitriawan, turut membantu dalam peng-input-an data saat rapat penentuan kelulusan mahasiswa baru Unila. Sedangkan sisa uang Rp2,65 miliar, diberikan kepada terdakwa Karomani," jelasnya.
Tidak hanya itu saja, JPU juga menyampaikan, para terdakwa mengetahui uang yang diterimanya itu merupakan hadiah atas diterimanya para mahisiswa baru Unila 20222 yang merupakan hasil titipan.
Atas perbuatannya, Jaksa KPK mendakwa keduanya dengan Pasal 12 huruf A atau huruf B atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.
(zai/kid)