Pada kesempatan yang sama, Arif juga mengaku ketakutan apabila nasibnya akan sama seperti Brigadir J yang dibunuh Sambo.
Sambil menangis, ia mengklaim tidak memiliki keberanian untuk jujur kepada pimpinan tim khusus (Timsus) bentukan Kapolri Listyo Sigit Prabowo bahwa Brigadir J masih hidup saat Sambo tiba di rumah dinas.
"Rasa takut itu besar yang mulia. Kemarin ketika saya ceritakan beda dengan Pak Ferdy Sambo aja terus terang saya takut," ujar Arif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arif mengaku takut keluarganya bernasib sama dengan Brigadir J yang nyawanya dirampas oleh Ferdy Sambo.
"Istri saya sempat bilang ingat Pak, anak-anak. Bayangkan ajudan aja bisa dibunuh. Gimana saya enggak kepikiran," kata Arif.
"Berarti lebih besar takut ya?" tanya penasihat hukum Arif di dalam sidang itu.
"Betul," jawab Arif.
Arif mengaku gemetar hingga tak sanggup berdiri saat mengetahui Brigadir J masih hidup. Dia mengatakan Brigadir J masih hidup ketika Sambo tiba di rumah dinasnya pada 8 Juli lalu.
Arif mengaku mulai tak mempercayai cerita Sambo mengenai peristiwa penembakan Brigadir J setelah menonton rekaman CCTV Kompleks Polri Duren Tiga di rumah Ridwan Soplanit, yang saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.
Arif lantas memberitahu Hendra ihwal momen Brigadir J terekam dalam CCTV secara detail melalui telepon.
Ia mengungkapkan kondisinya itu usai menonton rekaman CCTV tersebut. Arif mengaku gemetaran hingga tak sanggup untuk berdiri. Kondisi itu membuatnya harus menelepon Hendra dengan posisi jongkok.
"Kondisinya itu setelah menonton benar yang kemarin dibilang Chuck, saya sebenarnya tidak bisa ngomong yang Mulia, dengkul saya ini mau berdiri dari kursi di depan rumahnya Ridwan itu tidak bisa. Jadi keluar menelepon awal mulanya itu menelepon tidak bisa berdiri karena gemetar, jadi sambil jongkok menelepon Pak Hendra," kata Arif.
(tfq/wiw)