Jakarta, CNN Indonesia --
Eks Wakaden B Biro Paminal Propam Polri AKBP Arif Rachman Arifin, membeberkan sejumlah kesaksian yang dialaminya pasca pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal tersebut disampaikan Arif ketika dirinya diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (13/1).
Dalam kesaksiannya, Arif menyebut eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo sempat berang pada saat Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto kembali melakukan olah TKP penembakan Brigadir J.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini poin-poin kesaksian Arif Rachman Arifin dalam sidang lanjutan kasus obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir J:
Sambo Marah Kabareskrim Olah TKP
Arif menyebut Sambo sangat marah ketika Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto kembali melakukan olah TKP penembakan pada 12 Juli lalu.
Olah TKP yang dimaksud dilakukan di rumah dinas Sambo yang terletak di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan terkait dengan pembunuhan Brigadir J.
Saat itu Arif berada di rumah Sambo bersama dengan Sesro Paminal Divpropam Polri Denny Nasution dan Karo Provos Propam Polri Benny Ali. Ia dihubungi oleh Hendra dan Sambo terkait dengan proses olah TKP tersebut.
"Ferdy Sambo juga menelepon kami. Setelah Pak Hendra menelpon Pak Ferdy Sambo menelpon. Menanyakan hal yang sama tapi sudah dengan nada marah. 'Mereka tidak tahu itu rumah saya. Apa mereka tak punya tata krama izin dengan saya'. Saya cuma siap siap saja," ujar Arif.
Arif mengaku hanya menjawab 'siap' saat Sambo menanyakan sosok yang memimpin proses olah TKP di rumah dinasnya.
Menangis Takut Dibunuh Sambo
Pada kesempatan yang sama, Arif juga mengaku ketakutan apabila nasibnya akan sama seperti Brigadir J yang dibunuh Sambo.
Sambil menangis, ia mengklaim tidak memiliki keberanian untuk jujur kepada pimpinan tim khusus (Timsus) bentukan Kapolri Listyo Sigit Prabowo bahwa Brigadir J masih hidup saat Sambo tiba di rumah dinas.
"Rasa takut itu besar yang mulia. Kemarin ketika saya ceritakan beda dengan Pak Ferdy Sambo aja terus terang saya takut," ujar Arif.
Arif mengaku takut keluarganya bernasib sama dengan Brigadir J yang nyawanya dirampas oleh Ferdy Sambo.
"Istri saya sempat bilang ingat Pak, anak-anak. Bayangkan ajudan aja bisa dibunuh. Gimana saya enggak kepikiran," kata Arif.
"Berarti lebih besar takut ya?" tanya penasihat hukum Arif di dalam sidang itu.
"Betul," jawab Arif.
Gemetar Hingga Tak Sanggup Berdiri
Arif mengaku gemetar hingga tak sanggup berdiri saat mengetahui Brigadir J masih hidup. Dia mengatakan Brigadir J masih hidup ketika Sambo tiba di rumah dinasnya pada 8 Juli lalu.
Arif mengaku mulai tak mempercayai cerita Sambo mengenai peristiwa penembakan Brigadir J setelah menonton rekaman CCTV Kompleks Polri Duren Tiga di rumah Ridwan Soplanit, yang saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.
Arif lantas memberitahu Hendra ihwal momen Brigadir J terekam dalam CCTV secara detail melalui telepon.
Ia mengungkapkan kondisinya itu usai menonton rekaman CCTV tersebut. Arif mengaku gemetaran hingga tak sanggup untuk berdiri. Kondisi itu membuatnya harus menelepon Hendra dengan posisi jongkok.
"Kondisinya itu setelah menonton benar yang kemarin dibilang Chuck, saya sebenarnya tidak bisa ngomong yang Mulia, dengkul saya ini mau berdiri dari kursi di depan rumahnya Ridwan itu tidak bisa. Jadi keluar menelepon awal mulanya itu menelepon tidak bisa berdiri karena gemetar, jadi sambil jongkok menelepon Pak Hendra," kata Arif.