Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan perselingkuhan antara terdakwa Putri Candrawathi dengan korban Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang disebutkan dalam surat tuntutan berdasarkan keterangan ahli poligraf.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana mengatakan perselingkuhan Putri dan Brigadir J merupakan fakta hukum di persidangan dari pemeriksaan ahli Laboratorium Kriminalistik Poligraf Aji Febryanto.
"Saat saya dengar itu (soal perselingkuhan) saya panggil jaksanya, dari mana kau dapat itu? Oh ini dari ahli poligraf pak," ujarnya kepada wartawan, Kamis (19/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadil menjelaskan dalam pembuatan surat tuntutan, jaksa diperbolehkan memasukkan fakta-fakta baru yang didapati dalam persidangan.
Menurutnya, jaksa tetap memfokuskan tuntutan terhadap Putri terkait tindak pidana pembunuhan berencana. Ia menyebut jaksa penuntut umum (JPU) tak memiliki kewajiban untuk mengungkap perselingkuhan tersebut.
"Jaksa itu boleh memasukkan (keterangan ahli) dalam salah satu alinea tuntutannya, enggak apa-apa. Tapi bukan kami mendakwa selingkuh, kami tetap mendakwa PC itu pembunuhan berencana," ujarnya.
"Ada bumbu-bumbu dari poligraf itu yang namanya ada keterangan ahli ya kita hargailah. Tapi kita sama sekali tidak ada, tidak ada kewajiban membuktikan perselingkuhan, tidak ada," imbuhnya.
Lebih lanjut, Fadil juga menegaskan bahwa sejak awal dirinya tidak terlalu mementingkan motif di balik kasus pembunuhan Yosua.
Menurutnya JPU hanya fokus untuk membuktikan tindak pidana yang didakwakan kepada para pelaku dalam persidangan.
"Motif itu hanya dalam pikiran, hanya dia dan Tuhan yang tahu. Tapi fakta yang dihadiri jaksa bukan masalah perselingkuhan, masalah pembunuhan berencana," ujarnya.
Sebelumnya, JPU menyatakan tak ada pelecehan seksual yang dialami istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi di rumah Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022. Menurut jaksa, peristiwa yang terjadi justru perselingkuhan antara Brigadir J dengan Putri.
Dalam sidang sebelumnya, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Jaksa menganggap Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana dan menghalangi proses penyidikan.
Untuk tiga terdakwa lainnya yakni Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, dan Putri Candrawathi dituntut 8 tahun penjara. Sementara Richard Eliezer Pudihang Lumiu dituntut 12 tahun penjara lantaran dinilai terbukti melakukan penembakan.
Menurut jaksa, sikap kooperatif Richard dengan membongkar kasus ini tidak bisa dijadikan alasan untuk menghilangkan pidana. Terlebih, tindak pidana ini telah merampas nyawa orang lain.
(tfq/fra)