ANALISIS

Anjlok Indeks Korupsi RI, Legacy yang Mencoreng Rezim Jokowi

CNN Indonesia
Rabu, 01 Feb 2023 11:22 WIB
Anjloknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) 2022 telah mencoreng muka pemerintahan Jokowi dan bisa menjadi legacy terburuk yang bakal dicatat sejarah. ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN
Jakarta, CNN Indonesia --

Anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 menjadi tamparan keras bagi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) karena telah mencatatkan penilaian terburuk sepanjang sejarah reformasi dalam urusan penanganan korupsi.

Transparency International Indonesia (TII) mencatat IPK Indonesia pada 2022 merosot di skor 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya. Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara yang dilibatkan.

Pada level ASEAN, Indonesia berada di bawah Singapura dengan IPK 83, Malaysia 47, Vietnam 42, dan Thailand 36. Indonesia juga tidak lebih baik dari Timor Leste yang mendapat nilai 42 dalam skor penanganan korupsi di negaranya.

Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Suyatmiko menekankan situasi tersebut menunjukkan respons terhadap praktik korupsi masih berjalan lambat bahkan terus memburuk akibat minimnya dukungan nyata dari para pemangku kepentingan.

"Skor ini turun empat poin dari tahun 2021 atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995," ujar Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Suyatmiko dalam konferensi pers di Pullman Hotel, Jakarta, Selasa (31/1).

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Muhammad Nur Ramadhan mengatakan IPK yang dirilis TII itu menunjukkan negara masih gagal menaklukkan persoalan korupsi di negara ini.

"IPK yang sudah dirilis menunjukkan negara masih belum mampu dan masih gagal menaklukkan persoalan korupsi di negara ini...Muka pemerintah Jokowi tercoreng sebab IPK yang merosot separah ini terjadi di pemerintahannya Jokowi," ujar Nur, Selasa (31/1) malam.

Luhut Vs OTT KPK

Berdasarkan pengamatan Nur, sistem yang ada saat ini memang didesain bukan untuk menekan korupsi, tapi justru menyuburkan praktik korupsi di berbagai lini. Hal itu kemudian diperparah dengan pemegang kekuasaan yang semakin tidak malu untuk menunjukkan tindakan koruptif.

Nur merinci ada sejumlah faktor utama penyebab IPK Indonesia pada 2022 merosot, di antaranya desain penanganan korupsi hari ini dilemahkan di beberapa sisi. Mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang semakin dilemahkan setelah revisi Undang-undang KPK dan berimbas pada kinerja pemberantasan korupsi.

Pencegahan kini menjadi hal yang diprioritaskan KPK. Padahal, kata Nur, itu bukan cara utama dalam pemberantasan korupsi. Menurutnya, penindakan harus dikedepankan untuk mengatasi tindak pidana korupsi.

Nur sangat dongkol dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu yang menilai operasi tangkap tangan (OTT) KPK membuat citra Indonesia buruk.

Nur menentang pernyataan Luhut tersebut karena justru OTT membuktikan keseriusan negara dalam memberantas korupsi. Ketika angkanya tinggi, kata dia, maka harus dijadikan refleksi bahwa kualitas negara masih koruptif dan menjadi peringatan serius.

Selain itu, Nur mencermati saat ini banyak penyalahgunaan wewenang para pemegang kuasa. Misalnya, kuasa peradilan yang menjadi sorotan dengan tertangkapnya hakim agung dalam kasus tindak korupsi.

Selanjutnya, tidak ada sistem kontrol yang ideal terhadap pelaksanaan tugas aparatur negara. Hingga saat ini, kata dia, belum ada sistem yang bisa mencegah tindak korupsi oleh pemegang kuasa atau aparatur negara. Karenanya, urgensi kehadiran sistem kontrol ini semakin nyata.

Menurut Nur, program kemudahan perizinan dan upaya digitalisasi yang pemerintah klaim dapat meminimalisir perilaku korupsi itu berjalan tapi masih harus terus dikembangkan dan dioptimalkan.

Nur menilai keduanya hanya bagian kecil dari upaya pemberantasan korupsi. Sebab,di luar itu masih terdapat banyak celah tindakan koruptif seperti suap, penyalahgunaan wewenang, dan lainnya.

Belum lagi Indonesia kini tengah menyambut tahun politik 2024. Nur menekankan bahwa pemilu dan korupsi politik merupakan faktor yang turut memicu rendahnya IPK Indonesia pada 2022.

"Penyelenggaraan pemilu tidak bisa dihindarkan dari perilaku korupsi politik di dalamnya," kata Nur.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yuris Rezha pun mengamini faktor penyebab turunnya IPK Indonesia pada 2022 adalah korupsi di sektor politik dan rentannya korupsi antara pejabat publik dengan pelaku usaha.

"Padahal, pemerintah selalu mempromosikan kemudahan berbisnis, deregulasi perizinan hingga digitalisasi pelayanan publik. Bagaimana mungkin Indonesia disebut menggenjot investasi, di satu sisi level risiko korupsi politik dalam berinvestasi semakin tinggi. Artinya, ini mengindikasikan adanya kegagalan pemerintah dalam memformulasi dan mengimplementasikan program pencegahan korupsi," ungkap Yuris.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Apakah Jokowi Berani Perang Lawan Koruptor RI?


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :