
Tim Advokasi Soroti Penanganan Timpang Kasus Ricuh Arema & Kanjuruhan

Tim Advokasi Tragedi Kemanusiaan (Tatak) mempertanyakan mengapa ancaman hukuman penjara untuk tujuh tersangka aksi ricuh di Kantor Arema FC, Minggu (29/1), lebih berat ketimbang para terdakwa Tragedi Kanjuruhan, yang menewaskan 135 korban pada 1 Oktober 2022.
Koordinator Tatak, Imam Hidayat juga mempertanyakan mengapa polisi begitu cepat mengusut kejadian aksi ricuh di Kantor Arema FC. Sementara, menurutnya, polisi begitu berbelit-belit saat mengusut Tragedi Kanjuruhan.
"Hukum kita kan equality before the law. Semua sama di hadapan hukum. Pada saat penanganan yang dugaannya pengerusakan itu sudah ditetapkan 7 orang tersangka, tetapi di lain pihak [Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan] 135 nyawa itu terdakwanya cuma 5 doang," kata Koordinator Tatak, Imam Hidayat, Rabu (1/2).
Tujuh tersangka aksi ricuh itu ialah Adam Rizky (26), Moch Fauzi (24), Nouval Maulana (21), Arion Cahya (29), Cholid Aulia (22), Maulana Feri Krisdianto (27) dan Fanda Hariyanto alias Ambon Fanda (34) didampingi tim hukum lain.
Lima tersangka pertama terancam Pasal 170 KUHP dengan hukuman maksimal 5 tahun 6 bulan penjara, dan juga Pasal 170 ayat 2e KUHP yang bahkan ancaman hukumannya maksimal 9 tahun penjara.
Sedangkan tersangka Maulana Feri Krisdianto dan Fanda Hariyanto alias Ambon Fanda dikenakan pasal 160 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun perjara, dan sejumlah pasal berlapis lainnya.
Seperti Pasal 14 UU RI No 1 tahun 1946 dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. Serta Pasal 15 UU RI No 1 tahun 1946 dengan ancaman hukuman maksimal 2 tahun penjara.
"Penanganan pasal 170 dan 160 KUHP kemudian ancamannya antara 6 sampai 7 tahun. Sedangkan [lima terdakwa Tragedi Kanjuruhan] di Pengadilan Negeri Surabaya ancaman dakwaanya Pasal 359 KUHP kan, maksimal 5 tahun. Ini kan enggak ketemu [keadilannya]," ujarnya.
Diketahui para terdakwa Tragedi Kanjuruhan yang didakwa dengan pasal Pasal 359 dan 360 KUHP. Mereka terancam hukuman paling lama 5 tahun penjara atau pidana kurungan paling lama 1 tahun.
Mereka adalah Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, didakwa Pasal 359 dan 360 KUHP.
Sedangkan satu terdakwa lainnya, Security Officer Suko Sutrisno, didakwa Pasal 103 ayat (1) Jo pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Tatak menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh Polresta Malang. Tapi mereka juga meminta agar Polri bersikap berimbang.
"Kami respect kepada penanganan Kapolresta Malang. Tapi kami juga minta kepada Polri biar presisi berimbang. Bukan di satu sisi didepankan, di sisi lain dilambatkan, itulah yang timpang," kata Imam.
Sementara itu, Kapolresta Malang Kombes Budi Hermanto, tak mau bila penindakan kasus kericuhan di Kantor Arema FC ini dikaitkan dengan Tragedi Kanjuruhan.
"Perlu saya luruskan kepada rekan-rekan sekalian, ini murni kasus pidana terhadap pengerusakan kantor Arema FC. Tidak ada kaitan dengan insiden Kanjuruhan. Jangan dicampurkan antara insiden Kanjuruhan dengan perbuatan melawan hukum pengerusakan kantor Arema FC," kata Budi.
(frd/pmg)[Gambas:Video CNN]