Penasihat hukum terdakwa pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Putri Candrawathi membalas keterangan jaksa penuntut umum (JPU) yang membawa nama Khadijah hingga Bunda Maria dalam replik kasus .
Hal itu disampaikan penasihat hukum Putri, Sarmauli Simangunsong ketika membacakan duplik di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (2/2).
"Dalil penuntut umum yang menyatakan bahwa penuntut umum menghormati kedudukan terdakwa sebagai seorang perempuan, seorang istri, dan seorang ibu rumah tangga, hingga menyebut-sebut nama-nama perempuan dalam berbagai kitab suci seperti Maryam, Fatimah, Khadijah, Aisyah, Bunda Maria, Elisabeth, Dewi Sinta, Drupadi, dan Putri Yasodhara hanyalah kamuflase belaka atas sikap dan pola pikir penuntut umum yang sudah diskrimimatif dan seksis sejak awal," ujar Sarmauli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sarmauli menyayangkan ucapan jaksa yang menyebut kekerasan seksual yang dialami Putri hanya khayalan.
Menurut dia, jaksa telah mengabaikan bukti kekerasan seksual yang diungkap dalam persidangan.
"Sangat disayangkan karena di bagian lain justru penuntut umum menyatakan bahwa kekerasan seksual hanyalah merupakan khayalan. Sekali lagi khayalan. Dengan mengabaikan setidaknya empat bukti-bukti terjadinya kekerasan seksual yang terungkap di persidangan," tutur Sarmauli.
Apabila menghormati Putri sebagai perempuan, jelas dia, jaksa mestinya tak menyampaikan isu perselingkuhan.
Sarmauli menilai perselingkuhan tersebut tidak didukung bukti maupun keterangan saksi.
"Seharusnya jika penuntut umum beriktikad baik dan sungguh menghormati terdakwa sebagai seorang perempuan dan seorang ibu, maka penuntut umum tidak akan mencetuskan isu perselingkuhan yang tidak didukung oleh satupun keterangan saksi maupun bukti-bukti," imbuhnya.
Sebelumnya, JPU membantah nota pembelaan atau pleidoi Putri, salah satunya terkait tuduhan yang menyebut istri Ferdy Sambo itu sebagai perempuan tak bermoral.
Dalam pledoinya, Putri menyebut konstruksi yang dibangun jaksa dengan menambah aspek perselingkuhan, rasanya tak pernah cukup untuk mendakwa dirinya sebagai pelaku pembunuhan berencana. Namun, juga menuding dirinya sebagai perempuan tak bermoral.
Jaksa menegaskan fakta yang terungkap di muka persidangan mengenai keterlibatan Putri dalam pembunuhan berencana dan perselingkuhannya dengan Yosua merupakan kejadian yang sebenarnya tanpa adanya rekayasa.
Jaksa membantah pernyataan Putri yang mengaku disebut perempuan tak bermoral. Jaksa mengatakan dalam surat tuntutan tidak ada pernyataan tersebut. Jaksa kembali menegaskan hingga saat ini menghormati Putri sebagaimana layaknya seorang wanita.
"Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan bukanlah hal mengada-ada seperti yang dikemukakan terdakwa dinyatakan menuding terdakwa sebagai perempuan pribadi tak bermoral karena kalimat itu tak ditulis dalam surat tuntutan penuntut umum," ujar jaksa dalam persidangan replik di PN Jakarta Selatan, Senin (30/1).
Jaksa mengaku menghormati Putri sebagai seorang perempuan sebagaimana Islam memuliakan Maryam dan Aisyah, serta Kristen dan Katolik memuliakan Bunda Maria dan Elisabeth.
"Penuntut umum menyadari dan menghormati kedudukan terdakwa Putri Candrawathi sebagai seorang wanita, seorang istri, dan seorang ibu rumah tangga sebagaimana Islam memuliakan Maryam, Fatimah, Khadijah, dan Aisyah. Kristen dan Katolik memuliakan Bunda Maria dan Elisabeth, kemuliaan Dewi Sinta dalam Wiracawita Ramayana, dan Drupadi dalam Mahabrata agama Hindu serta kemuliaan Putri yang saudara dalam agama Budha," kata jaksa.
Karenanya, jaksa kemudian memutuskan tak menyimpulkan hasil poligraf dan alat bukti yang tak berkaitan dengan pemenuhan unsur dakwaan Putri.
Jaksa mengatakan berdasarkan fakta hukum, Putri merupakan salah satu pelaku pembunuhan berencana Brigadir J. Kendati demikian, Putri berpura-pura tak memahami maksud dari pembunuhan berencana tersebut.
Dalam perkara ini, Putri Candrawathi dituntut dengan hukuman pidana delapan tahun penjara lantaran dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Putri dinilai jaksa terbukti melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, Putri didakwa bersama empat orang lainnya, yaitu Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, Bharada E, dan Ricky Rizal atau Bripka RR.
Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal, dituntut delapan tahun penjara. Sementara Bharada E dituntut 12 tahun penjara lantaran dinilai terbukti melakukan penembakan.
Dalam berkas tuntutan terdakwa Kuat Ma'ruf, jaksa menyatakan tak ada pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi di rumah Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022.
Menurut jaksa, peristiwa yang terjadi justru perselingkuhan antara Brigadir J dengan Putri. Kesimpulan itu berdasarkan keterangan sejumlah saksi, salah satunya Kuat Ma'ruf.
(lna/kid)