Melacak Sengketa Lahan Bripka Madih hingga Dugaan Pemerasan Polisi
Anggota Provos Polsek Jatinegara Bripka Madih kini tengah ramai jadi perbincangan lantaran mengaku diperas oleh penyidik Polda Metro Jaya saat melaporkan penyerobotan tanah milik orang tuanya di kawasan Jatiwarna, Bekasi.
Madih mengaku diperas sejumlah uang oleh Penyidik Polda Metro Jaya agar laporan sengketa lahannya berjalan lancar.
Madih harus berurusan dengan laporan kepolisian lantaran ia merasa tanah milik orang tuanya dibeli dengan cara melawan hukum. Ia mengklaim ada beberapa akta jual beli (AJB) yang tidak sah karena tidak disertai cap jempol.
Merasa tanah-tanah tersebut masih miliknya, Madih lantas memasangkan patok-patok di depan rumah warga tersebut.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com terdapat dua patok yang terpasang di sekitar lokasi.
"Tanah ini milik Tonge Bin Nyimin," sebagaimana tulisan yang tertera pada patok tersebut.
Sekitar 150 meter dari rumah Madih juga berdiri posko penjagaan berukuran kurang lebih 2x2 meter yang dibangun olehnya.
Madih menerangkan kasus sengketa lahan milik keluarganya ini menimpa dua surat girik atas nama bapaknya, almarhum Tonge bin Nyimin.
Berdasarkan dua surat itu, Madih memetakan terdapat dua permasalahan yang membuat tanahnya raib. Pertama, penyerobotan murni dan kedua, pembelian dengan jumlah yang tidak sesuai.
Sedangkan untuk penjualan murni atau penjualan yang tanpa masalah, ia mengaku sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut.
"Murni diserobot sama jual beli lebih," kata Madih kepada CNNIndonesia.com, di Bekasi, Selasa (7/2).
Surat girik tersebut merupakan girik C.191 seluas 4.411 meter persegi dan girik C.815 seluas 4.954 meter persegi.
Pada surat girik C.191, Madih mengklaim sekitar 3600 meter persegi diserobot dan jual beli berlebih. Sedangkan ia masih memegang sekitar 1800 meter persegi yang kini merupakan kediamannya.
"Itu yang di surat C.191 yang jumlahnya 4.411 meter persegi, makanya di situ kita uraikan ada yang dijual murni, dijual tapi kelebihan, terus murni penyerobotan, masih 1800-an," ucap Madih.
Ia pun mengklaim telah mendatangi pihak-pihak yang terdapat kelebihan tanah di dalamnya. Kelebihan itu didasarkan atas pergeseran fisik dari rumah yang dimaksud.
"Sudah, dasar kita pergeseran fisik, sekarang gini bicaranya ada kejanggalan geser. Contoh, nomor 1-2 dia dulu jauh dari pohon duku jadi ibarat bukan ranting kalau ranting kan bisa manjang, ini bicara pohon," kata dia.
Kendati begitu, ia mengaku masih belum menghitung total penjualan murni yang tanpa masalah dari surat C.191 ini. Sedangkan untuk girik C.815, ia menyebut sebanyak 2.954 meter persegi murni diserobot dan kini dikuasai oleh pengembang.
"Murni penyerobotan, C.815 itu kan jumlahnya 4.954 meter persegi, terus tahun 1989 dihibahkan ke kakak bernama Jum 2.000 meter persegi telah terjual cuma 230 meter persegi di giriknya tertulis tinta merah 2.954 meter persegi sisa dan sisa itu enggak ada," kata Madih.
Pihaknya sempat menguasai sekitar 2000 meter persegi yang kemudian terjual sekitar 230 meter persegi. Sehingga sekarang dikuasai sekitar 1670 meter persegi.
"Makanya ane bilang kita kuasain 2000 meter persegi dihibahin ke abang, di dalamnya terjual 230 meter persegi," katanya.
Klaim rutin bayarkan pajak
Selain itu, Madih mengaku masih rutin membayarkan pajak. Pada bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), girik C.815 tertera Madih membayarkan sejumlah Rp8,696 juta yang terakhir kali dibayarkan pada 23 November 2022.
Di sana tertera alamat Jalan Kampung Sawah RT. 05 RW. 03 Jati warna, Pondok Melati, Jabar. Tanah yang dibayarkan itu mencakup luas tanah sebesar 2000 meter persegi.
Sementara untuk girik C.191 ia juga mengaku masih secara rutin menanggung PBB tetangga-tetangganya.
"Kita yang bayarin, ya iya yang patok itu juga kita yang bayarin, kalau diukur nah itu kalau ane bilang kita tetap bayar," ucap Madih.
Sementara di sisi lain, tetangga Madih bernama Mulih juga rutin mengaku membayar pajaknya setiap tahun.
Ia menduga PBB yang dibayarkan Madih itu hanya mencakup wilayah rumah Madih yang kini ia tempati.
"Enggak, saya kan bayar juga, kalau pun bayar ya mungkin punya dia yang sisa, 500-500-500, wilayah rumah dia sekarang. bukan di sini, enggak mungkin ada dua PBB," katanya.
Ketua RW 03 Jatiwarna, Nurasiah Syafris membenarkan pernyataan Mulih. Sehingga, ia pun menyerahkan kasus ini kepada penyidik.
"Begitu juga dengan warga saya, mereka juga bayar pajak dan punya surat kepemilikan tanah nah nanti kita tunggu saja dari penyidik kita akan tahu siapa yang benar," ucap Nurasiah.