Pleidoi Security Officer Terdakwa Kanjuruhan: Saya Orang Kecil

CNN Indonesia
Jumat, 10 Feb 2023 23:03 WIB
Security officer Arema yang menjadi terdakwa Tragedi Kanjuruhan dalam pleidoi menyatakan pihak yang seharusnya bertanggung jawab malah dibiarkan lepas.
Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Security Officer, Suko Sutrisno, usai membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (10/2). (CNNIndonesia/ Farid)
Surabaya, CNN Indonesia --

Security Officer Arema FC, Suko Sutrisno, yang menjadi terdakwa Tragedi Kanjuruhan Malang mengajukan pleidoi atau nota pembelaan dalam lanjutan sidang di PN Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/2).

Sebelumnya, terdakwa tersebut dituntut penjara 6 tahun 8 bulan oleh jaksa.

Dalam nota pembelaannya Suko mengatakan dirinya hanyalah rakyat kecil, namun harus dituntut bertanggung jawab atas peristiwa besar Tragedi Kanjuruhan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang Mulia, kami yang orang kecil harus dituntut harus bertanggung jawab atas semuanya," kata Suko di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (10/2).

Sebagai Security Officer, Suko mengaku dia hanyalah pegawai lepas atau freelance dengan honor Rp250 ribu per pertandingan. Dia juga ditunjuk tanpa ada surat keputusan (SK) tertulis alias hanya berdasarkan kesepakatan lisan.

"Kasihan istri dan anak-anak saya kalau saya harus menjalani hukuman sedangkan saya adalah tulang punggung keluarga yang masih dibutuhkan untuk membiayai sekolah anak-anak saya. Anak saya masih kecil-kecil," ucapnya di hadapan majelis hakim.

Selama menjadi Security Officer Arema FC, Suko mengaku tidak pernah mendapatkan uji kompetensi, pelatihan pengamanan, hingga informasi yang lengkap perihal sarana prasarana atau pintu Stadion Kanjuruhan dari pengelola.

Dan, kata Suko, pihak-pihak yang seharusnya wajib memenuhi itu semua itu kini melepas tanggung jawabnya.

"Mereka masing-masing melepas tanggung jawabnya," katanya.

Selanjutnya, kata Suko, mental keluarganya juga sudah hancur akibat sanksi Komisi Disiplin PSSI yang dijatuhkan padanya, yakni dilarangnya dia beraktivitas di sepak bola seumur hidup.

"Dijatuhkannya sanksi oleh Komdis PSSI tanpa ada panggilan sidang, tanpa ada dimintai keterangan, itu sudah menjatuhkan dan merusak mental istri serta putra putri saya yang masih kecil-kecil," ujarnya.

"Putri saya yang kelas 6 SD, digojloki (diolok-olok) temannya karena ayahnya dihukum," tambah Suko.

Belum lagi, kata Suko, ayahnya menderita sakit stroke usai sanksi itu dijatuhkan, dan belum sembuh sampai sekarang.

"Ditambah lagi dengan tuntutan yang tinggi [6 tahun 8 bulan] sudah membuat syok anak saya, bagaimana cara saya harus melihat kondisi mental anak saya," demikian pembelaan dirinya di hadapan majelis hakim.

Sesali aksi aparat di Stadion Kanjuruhan

Suko mengatakan, dia dan 250 match steward yang dipimpinnya pada hari tragedi 1 Oktober 2022 silam sudah melakukan tugasnya dengan baik. Ia menegaskan mereka sudah bekerja baik mengamankan pemain, pertandingan, wasit, dan ofisial dalam lanjutan laga BRI Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya tersebut.

Penonton yang mencoba masuk ke dalam lapangan juga mereka halau keluar dengan cara persuasif tanpa ada sedikitpun kekerasan.

Tapi, yang dia sesalkan kenapa aparat kepolisian justru bertindak kasar menangani suporter yang turun ke lapangan. Menurutnya padahal penonton hanya ingin memotivasi pemain Arema FC, tanpa bermaksud menyakiti.

Puncak amarah penonton, kata dia, adalah saat suporter dihalau dengan kasar lalu ditambah ada penembakan gas air mata. Dan lebih fatalnya tembakan gas air mata itu diarahkan aparawt ke tribune yang padat penonton. Padahal, kata dia, penonton di tribune hanya teriak dan mengumpat karena melihat teman-temannya di lapangan diperlakukan kasar atau digebuki aparat.

"Bahwa adanya korban meninggal 135 orang, luka-luka 623 dan 24 luka berat, bukan akibat ulah saya, karena saya dan steward lain justru membantu dan mengevakuasi pata Korban yang berjatuhan, hal ini sebagaimana fakta di persidangan," kata Suko.

"Tentunya keluarga korban sangat berduka dan masyarakat Indonesia serta dunia turut berduka atas Tragedi Kanjuruhan di mana dipicu oleh adanya penembakan gas air mata me arah tribune yang padat penonton," imbuhnya.

Oleh karena itu, Suko pun memohon kepada Majelis Hakim PN Surabaya untuk membebaskannya dan memberikan keputusan seadil-adilnya.

"Untuk itu Yang Mulia, saya mohon Yang Mulia memberi keadilan seadil-adilnya. Saya tidak takut dihukum bilamana saya bersalah. Tapi saya takut azab Allah bilamana saya tidak bersalah dipaksakan untuk bersalah," pintanya.

Dalam sidang sebelumnya,  Suko dituntut 6 tahun 8 bulan penjara oleh jaksa. Jaksa menilai Suko terbukti melanggar tiga pasal sekaligus yaitu Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP dan Pasal 360 ayat (2) KUHP.

Jaksa mengatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan tindak pidana karena kesalahannya atau kealpaannya menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, serta menyebabkan orang lain menderita luka berat.

Saat ini, kasus hukum Tragedi Kanjuruhan masih bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya. Lima dari enam tersangka telah disidang di PN Surabaya sejak Senin (16/1).

Empat terdakwa di antaranya, yakni Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, didakwa Pasal 359 KUHP.

Sedangkan satu terdakwa lainnya, Security Officer Suko Sutrisno, didakwa Pasal 103 ayat (1) Jo pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Satu tersangka lagi yang belum diseret ke sidang adalah eks Dirut LIB Akhmad Hadian Lukita karena pemberkasannya belum selesai di tangan penyidik kepolisian. Berkas yang sebelumnya dilimpahkan ke jaksa itu dikembalikan lagi ke penyidik karena belum lengkap.

(frd/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER