Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) dalam sidang pada Senin kemarin (13/2).
Sambo dijatuhi hukuman mati oleh hakim. Sementara Putri dijatuhi hukuman pidana 20 tahun penjara. Mereka dianggap terbukti melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putusan ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan Sambo dihukum seumur hidup dan Putri dihukum dengan pidana delapan tahun penjara.
Ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso menyatakan motif pembunuhan Brigadir J tidak terkait kekerasan seksual yang dialami Putri.
Kesimpulan itu diketahui berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan yang telah bergulir sejak Oktober tahun lalu.
"Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, dengan demikian motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum," ungkap hakim Wahyu saat membacakan pertimbangan perkara Ferdy Sambo, PN Jakarta Selatan, Senin (13/2).
Menurut hakim, motif pembunuhan tersebut lebih karena ada perasaan sakit hati Putri terhadap perbuatan atau sikap Brigadir J. Namun, hakim tidak mengungkapkan gamblang perbuatan Brigadir J dimaksud.
"Sehingga motif yang lebih tepat menurut majelis hakim adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putri Candrawathi," kata hakim.
Hakim Wahyu menyatakan tidak ada bukti yang valid mengenai pelecehan atau kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri pada 7 Juli lalu di rumah Magelang, Jawa Tengah.
"Apabila mencermati keadaan yang terjadi tanggal 7 Juli tersebut tidak ada bukti pendukung yang mengarah pada kejadian yang valid adanya pelecehan seksual atau kekerasan seksual atau lebih dari itu," kata hakim Wahyu.
Hakim mempertimbangkan sejumlah hal, termasuk perihal relasi kuasa dalam tindak pidana kekerasan seksual.
Hakim mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum.
Menurut hakim, Putri memiliki posisi dominan dibandingkan Yosua karena merupakan istri dari seorang jenderal polisi bintang dua dan berlatar belakang pendidikan dokter.
Sementara Yosua hanya lulusan SMA dan berpangkat Brigadir yang ditugaskan sebagai ajudan Sambo untuk membantu Putri baik sebagai sopir maupun tugas lain.
"Sehingga dengan adanya ketergantungan relasi kuasa dimaksud sangat kecil kemungkinannya kalau korban Nofriansyah Yosua Hutabarat melakukan pelecehan seksual atau kekerasan seksual terhadap Putri," ujar hakim.
Hakim menyatakan Sambo turut menembak Yosua dengan menggunakan senjata api jenis Glock pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Berlanjut ke halaman berikutnya...