AJP tersangka penganiayaan MRFA (19), mahasiswa Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya yang tewas di kampus mengungkapkan alasannya melakukan kekerasan terhadap juniornya itu.
Warga Jalan Banyu Urip Sawahan mengaku perbuatannya itu meniru tindakan dari para senior terdahulu, yang pernah melakukan kekerasan terhadapnya dengan dalih memberikan pembinaan.
"Awalnya memang dulu memang saya pengalaman di sana [mengalami tindak penganiayaan dari senior]," kata AJP di Polrestabes Surabaya, Minggu (19/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AJP mengatakan hal serupa kemudian dia lakukan kepada MRFA. Karena korban dianggap tidak menghormatinya sebagai senior di Poktekpel Surabaya.
"Motifnya rekan saya pernah bilang ini junior apatis sekali, kepada senior tidak respek," jelasnya.
Tersangka kemudian membawa korban ke kamar mandi. Di sana dia memukul bagian ulu hati MRFA sebanyak dua kali. Korban pun langsung jatuh dan tersungkur di lantai, hingga tidak sadarkan diri.
"Awalnya saya sendirian tiba-tiba banyak yang ikut. Awalnya tidak mau memukul cuman berbicara saja, biar yang lain mulai respek begitu," ujarnya.
Atas tindakanya tersebut, AJP pun dijerat menggunakan Pasal 353 ayat 3 KUHP dan atau 351 ayat 3 KUHP, tentang penganiyaan berat yang menyebabkan orang meninggal dunia.
Sementara itu, Kasi Humas Polrestabes Surabaya Kompol M Fakih mengatakan, tim penyidik telah memeriksa saksi-saksi baru dari pihak Poltek. Total saksi diperiksa sebanyak 21, yang sebelumnya hanya 13 saksi.
"Perkembangan terbaru kami sudah memeriksa 21 saksi. Sementara masih satu tersangka, tapi dalam pengembangan tidak menutup kemungkinan ada tersangka lagi," ucap Fakih.
Berdasarkan hasil ekshumasi dan autopsi tim forensik, penyebab kematian korban disebut akibat ada luka dalam.
"Korban meninggal karena ada luka dalam, di ulu hati," katanya.
Dari pengakuan tersangka AJP, dirinya telah memukul korban sebanyak dua kali dengan tangan kosong di bagian perut. Alasan pemukulan itu karena korban tidak menghormati seniornya.
Diketahui, MRFA (19), mahasiswa Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya, asal Mojokerto, ditemukan tewas di kamar mandi kampusnya, Minggu (5/2) lalu. Hal itu diungkap oleh ayah korban, Muhammad Yani. Dia menyebut kondisi jenazah anaknya itu penuh luka memar.
"Bibirnya itu bengkak, pecah. Terus hidung kanan itu juga bengkak. Dahi kanan kiri memar. Pipi, leher sama dada memar gosong-gosong semua," ucapnya.
Yani menduga anaknya yang baru menginjak semester satu itu, telah jadi korban penganiayaan seniornya di kampus.
"Setelah saya cek kondisi jenasah, kok banyak luka lukanya. Kan saya duga, pra dugaan saya, saya mungkin ada penganiayaan," katanya.
Dia menyebut anaknya itu kerap mengeluh usai dihajar seniornya.
"Anaknya, sering mengeluh kalau di rumah cerita sering dibully, dihajar sama seniornya. Iya sudah sering mengeluh. Tiap pulang Sabtu Minggu. Itu cerita sama neneknya di rumah," kata Yani.
Yani mengatakan, anaknya yang baru menginjak semester satu atau sekitar lima bulan berkuliah di Poltek Pelayaran itu, juga sempat mengutarakan dia tak betah di kampusnya.
"Terus bilang gini, 'ini kalau kuat saya teruskan, kalau nggak kuat, saya juga keluar'. Terus saya bilang gini, nak kalau nggak kuat keluar aja. Nanti kan cari usaha lain juga bisa," ucapnya.