Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik Busyro Muqoddas mendatangi Polda Jawa Timur, Senin (20/2). Ia meminta agar polisi membebaskan tiga Petani Pakel, Mulyadi, Suwarno dan Untung.
Busyro tiba bersama akademisi dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, MHH Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jatim beserta tim Tekad Garuda.
"Kami [PP Muhammadiyah] tetap konsisten mengawal penyelesaian konflik agraria ini dan berharap pemerintah melihat ini, karena petani Pakel butuh negara hadir dalam penyelesaiannya," kata Busyro melalui keterangan tertulisnya, Selasa (21/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Busyro ditemui pihak Ditreskrimum. Mereka kemudian menyerahkan surat penjaminan penangguhan penahanan, dan meminta Kapolda Jatim untuk segera membebaskan ketiga Petani Pakel yang kini ditahan oleh Polda Jatim.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengaku menyesalkan penetapan tersangka hingga penahanan ketiga petani ini, sebab menurutnya polisi tidak melihat aspek moral hukum, di mana ketiga petani tersebut merupakan korban konflik agraria.
"Kami berharap institusi polisi terutama Polda Jatim mengedepankan moral hukum, di mana menerima surat penjaminan dari berbagai pihak untuk menangguhkan penahanan dan membebaskan ketiga petani tersebut," ucapnya.
"Kami di sini menjamin jika mereka tidak akan ke mana-mana selama proses hukum dan tentu kami akan terus mendampingi," tambah Busyro.
Sementara itu, Habibus Shalihin dari LBH Surabaya selaku perwakilan dari Tekad Garuda mengatakan, sampai saat ini pihak Polda Jatim tampaknya tetap bergeming, dan tidak menanggapi ribuan dukungan masyarakat untuk pembebasan tiga Petani Pakel itu.
"Seharusnya jaminan dari ribuan warga dan jaringan petani dan buruh serta masyarakat sipil harusnya jadi pertimbangan dari pihak kepolisian untuk segera mengabulkan pembebasan ketiga petani Pakel yang ditahan," ucap Habibus.
Perwakilan KIKA yang juga akademisi hukum dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul mengatakan, negara telah mengesampingkan hak warganya yang memperjuangkan lingkungan.
"Otoritas seperti BPN yang menerbitkan HGU dan mengesampingkan hak warga atas tanahnya merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip HAM yang telah diatur dalam mekanisme hukum internasional dan hukum nasional, serta prinsip Anti-SLAPP yang terkandung Pada Pasal 66 UU Lingkungan Hidup," kata Satria
Beberapa waktu lalu, setidaknya ada sekitar 23.273 orang menandatangani petisi dalam situs change.org. Ada pula 1.008 warga, akademisi, puluhan lembaga masyarakat sipil dan 6 Kades di Banyuwangi yang dengan sukarela menjaminkan dirinya sebagai penangguh ketiga Petani Pakel.
Tiga petani Pakel, Mulyadi, Suwarno dan Untung ditangkap oleh pihak kepolisian saat hendak menghadiri rapat Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi, Jumat (3/2) malam.
Penangkapan ini dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim bersama Polresta Banyuwangi.
Kapolres Banyuwangi Kombes Pol Deddy Fouri Millewa mengatakan, kasus ini berkaitan dengan konflik pertanahan yang terjadi di Pakel, antara warga desa dengan perusahaan PT Bumi Sari, sejak 2018 silam.
Tersangka Suwarno, kata dia, mengaku sebagai ahli waris tanah di kawasan Pakel berdasarkan Akta Penunjukan atas mama Sri Baginda Ratu tanggal 11 Januari 1929 yang dikeluarkan oleh Bupati Banyuwangi atas nama Achmad Noto Hadi Soerjo.
Padahal, menurut polisi, tanah itu saat ini berada di bawah PT Bumi Sari, selaku pemegang sertifikat Hak Guna Usaha (HGU).
"Jadi atas dasar kepercayaan masyarakat yang tersangka utarakan yaitu adanya kepemilikan tanah dan dibuat oleh tersangka, yang dibuat berita bohong. Dimana tanah itu merupakan tanah dari masyarakat, yaitu atas penunjukan dari Sri Baginda Ratu tahun 1929," ucapnya.
Deddy mengatakan, para tersangka ini kemudian sengaja menyebarkan informasi bohong perihal tanah di kawasan Pakel itu, sebagai warisan untuk warga.
Sejak 2018 itu lah, kata Deddy, terjadi konflik berkepanjangan antara warga desa Pakel dengan pihak perusahaan PT Bumi Sari.
"Akibat yang ditimbulkan dari pemberitaan hoaks ini, pertama adanya unjuk rasa besar-besaran dari warga Pakel. Kedua bentrokan antara warga desa dan karyawan yang pernah menimbulkan korban," ucapnya.
(frd/gil)