Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak mempunyai yurisdiksi atau wewenang untuk menunda tahapan Pemilu 2024 secara nasional.
Feri menyatakan PN Jakpus telah menentang konstitusi terkait putusan perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang menghukum KPU untuk tidak melaksanakan tahapan Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak diperkenankan pengadilan negeri memutuskan untuk menunda Pemilu karena itu bukan yurisdiksi dan kewenangannya, tidak dimungkinkan untuk itu berdasarkan prinsip dan ketentuan di konstitusi," ujar Feri kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/3).
"Pemilu itu dilangsungkan berkala lima tahun sekali berdasarkan Pasal 22 E ayat 1 UUD 1945," sambungnya.
Feri menyebut vonis PN Jakpus tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurutnya, dalam UU tersebut hanya dikenal susulan dan lanjutan Pemilu.
"Artinya, tidak boleh ada penundaan nasional," katanya.
Feri menganggap putusan PN Jakpus ini sebagai ancaman bagi demokrasi di Indonesia. Menurutnya, putusan tersebut tak akan berdampak pada proses tahapan pemilu.
"Saya melihat memang ini ancaman bagi kita semua, demokrasi kita bisa terganggu kalau ada pengadilan negeri atau pengadilan bisa melanggar ketentuan Undang-undang Dasar 1945," ujarnya.
Sebelumnya, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) untuk seluruhnya dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024.
"Mengadili, menghukum tergugat [KPU] untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini dibacakan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari," demikian amar putusan tersebut.
Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban. Putusan dibacakan pada hari ini, Kamis (2/3).
Pengadilan menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta kepada Partai PRIMA.
"Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad). Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat [KPU] sebesar Rp410 ribu," ucap hakim.
Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menegaskan putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah lantaran KPU menyatakan banding.
(ryn/fra)