Gelombang Kritik Pakar Hukum Soal PN Jakpus Tunda Tahapan Pemilu 2024

CNN Indonesia
Jumat, 03 Mar 2023 11:30 WIB
Para ahli hukum sepakat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan vonis keliru dan melanggar konstitusi ketika memerintahkan KPU setop tahapan Pemilu 2024
Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat keliru ketika mengabulkan gugatan Partai Prima dan memerintahkan KPU menghentikan proses pemilu (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU menghentikan tahapan Pemilu 2024 menuai kritik dari beragam pakar hukum.

Pakar Hukum Tata Negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti menilai PN Jakpus dalam putusan ini telah melanggar konstitusi. Ia menjelaskan forum penundaan pemilu hanya dapat digugat melalui MK ataupun keputusan politik DPR.

"Jadi melanggar hukum sebetulnya putusan ini, melanggar konstitusi bahkan," kata Bivitri saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (2/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bivitri menilai sedari awal PN Jakarta Pusat seharusnya menolak perkara yang diajukan PRIMA lantaran bukan kewenangannya.

Perkara gugatan PRIMA yang merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi, seharusnya diselesaikan lewat Bawaslu dan kemudian berjenjang ke PTUN.

Bivitri curiga dan merasa ada 'sosok' di belakang PRIMA yang kemudian sengaja dan bisa meloloskan perkara mereka ke PN Jakarta Pusat.

"Dan hakim menurut saya bisa disanksi, karena dia memutus sesuatu yang melanggar kewenangannya, bisa kena sanksi etik," ujar Bivitri.

Praktisi Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menjadi pembicara dalam diskusi bertema “Manifesti Rencana Ujug Ujug Permusikan (RUU) Permusikan” di Galeri Foto Jurnalistik Antara. Jakarta, Sabtu, 6 Maret 2019. CNN Indonesia/Adhi WicaksonoPraktisi Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melanggar konstitusi karena menerbitkan putusan berupa penghentian tahapan Pemilu 2024 (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra juga memberi komentar. Dia menilai putusan itu merupakan gugatan perdata dan hanya perbuatan melawan hukum biasa. Bukan gugatan atas perbuatan melawan hukum oleh penguasa.

Dengan demikian, Yusril menyebut sengketa antara Prima sebagai penggugat dengan KPU selaku tergugat, tidak boleh menyangkut pihak lain.

"Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini," ucap Yusril dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com.

Yusril menilai putusan PN Jakpus mestinya tidak berlaku umum dan mengikat semua pihak. Kondisi itu berbeda jika putusan menyangkut hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau peraturan lainnya di Mahkamah Agung (MA).

Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai penggugat dan KPU sebagai tergugat.

"Tidak mengikat partai-partai lain, baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu," kata dia.

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari saat menjadi narasumber dalam diskusi publik terkait presidential threshold di Aula Muhammadiyah. Jakarta, Selasa, 31 Juli 2018.Pakar Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tak punya kewenangan untuk mengadili sengketa pemilu (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Terpisah, Pakar hukum tata negara Feri Amsari juga menilai PN Jakarta Pusat tidak mempunyai yurisdiksi atau kewenangan untuk menunda tahapan Pemilu 2024 secara nasional.

"Tidak diperkenankan pengadilan negeri memutuskan untuk menunda Pemilu karena itu bukan yurisdiksi dan kewenangannya, tidak dimungkinkan untuk itu berdasarkan prinsip dan ketentuan di konstitusi," ujar Feri kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/3).

Feri menyebut vonis PN Jakpus tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurutnya, dalam UU tersebut hanya dikenal susulan dan lanjutan Pemilu.

"Artinya, tidak boleh ada penundaan nasional," katanya.

Feri lantas menganggap putusan PN Jakpus ini sebagai ancaman bagi demokrasi di Indonesia. Menurutnya, putusan tersebut tak akan berdampak pada proses tahapan pemilu.

"Saya melihat memang ini ancaman bagi kita semua, demokrasi kita bisa terganggu kalau ada pengadilan negeri atau pengadilan bisa melanggar ketentuan Undang-undang Dasar 1945," ujarnya.

(khr/bmw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER